|
JAKARTA (Media): Penolakan permohonan judicial review (uji material) Undang-Undang No 7 Tahun 2004 mengenai Sumber Daya Air (SDA) akan semakin menjauhkan rakyat dari akses mendapatkan air bersih dan murah. Demikian pendapat Social Watch Indonesia, gabungan 47 LSM pada jumpa pers kemarin di Jakarta, menanggapi penolakan Mahkamah Konstitusi (MK) terhadap {judicial review] UU No 7 Tahun 2004. Hamong Santoso dari KRUHA (Koalisi Rakyat untuk Hak Atas Air) mengatakan, penolakan MK terhadap {judicial review] UU No 7 Tahun 2004 merupakan preseden buruk bagi masa depan pengelolaan SDA. "Pertimbangan-pertimbangan yang dijadikan alasan MK dalam mengambil keputusan masih menimbulkan tanda tanya bagi beberapa kalangan," kata Hamong. Sumber air sebagai cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak seharusnya dikuasai negara, kemudian menyediakannya bagi rakyat untuk kesejahteraan umum. Menurut Hamong, negara yang menguasai SDA seharusnya tidak sekadar mengatur, tetapi juga menyediakan dan bertanggung jawab memenuhi kebutuhan air sehari-hari masyarakat. Wahyu Susilo dari Infid menilai, putusan MK yang menolak judicial review semakin membuka lebar peluang pemilik modal mengeksploitasi SDA. Seharusnya, kata Susilo, MK sebagai benteng terakhir pengujian konstitusi di Indonesia berpegang pada prinsip hak asasi manusia dan mengesampingkan kepentingan pemodal dan lembaga keuangan internasional seperti IMF dan Bank Dunia. "Dalam konteks Millennium Development Goal dengan berlakunya UU No 7 Tahun 2004 akan menjauhkan Indonesia dari pemenuhan tercapainya goal ketujuh yang mensyaratkan adanya akses air bersih mudah dan murah bagi rakyat miskin," jelas Susilo. Sedangkan Yuni Pristiwati dari Asppuk (Asosiasi Pendamping Perempuan Usaha Kecil Mikro Nasional) mengungkapkan kasus sumber air yang dikuasai perusahaan air kemasan merek Aqua di Klaten, Jateng. "Akibat keberadaan perusahaan air minum swasta itu, beberapa petani di Klaten mengalami kesulitan air. Padahal sebelumnya mereka tidak mengalami kesulitan," kata Yuni. Di acara yang sama Radja Siregar dari Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) mengatakan, MK memberi peluang untuk melakukan kembali gugatan terhadap UU No 7 Tahun 2004. Namun berdasarkan peraturan perundangan tampaknya sulit. Karena itu, lanjutnya, pihaknya akan melakukan gugatan terhadap penerbitan peraturan pemerintah yang mendukung UU No 7 Tahun 2004. "Kami juga mendorong masyarakat untuk membuat surat keputusan di desa sebagai ketetapan hukum tentang kepemilikan SDA yang dimiliki masyarakat," katanya. (Drd/H-1) Post Date : 23 Juli 2005 |