|
PEMERINTAH Provinsi DKI Jakarta akan menerapkan Closed-Circuit Television (CCTV) dan sistem online untuk jasa penimbangan sampah di Tempat Pembuangan Sampah Terpadu (TPST) Bantar Gebang. Sistem tersebut dapat memudahkan Dinas Kebersihan DKI melakukan pengawasan dan memonitor penimbangan sampah secara langsung. Sistem online dan CCTV menjadi kewajiban operator penimbangan TPA Bantargebang yang baru agar lebih transparan. Alat itu akan ditenderkan awal tahun. Transparansi dilakukan dengan menggunakan sistem komputerisasi dan alat bukti penimbangan berupa struk oleh operator penimbangan PT Sucofindo. "Sistem itu akan dilaksanakan tahun depan," kata Kepala Dinas Kebersihan DKI Jakarta Eko Baruna, Kamis (8/11). Eko mengungkapkan jumlah sampah yang ditimbang di TPS Bantar Gebang mencapai 6.000-6.500 ton per hari. Sistem ini akan memudahkan memonitor sumber sampah yang diangkut dan menghindari pengangkutan sampah dari luar wilayah Jakarta. Wakil Gubernur Provinsi DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama mengungkapkan, sistem online yang dilengkapi CCTV merupakan bagian dari komitmen Pemprov DKI terkait transparansi anggaran. "Sistem online ini untuk memastikan penggunaan anggaran dijalankan secara tepat, tidak ada pemborosan, dan efisiensi anggaran," ucapnya. Penggunaan sistem online dalam menganalisis dan mengawasi penggunaan dan pemasukan anggaran akan berlaku juga untuk parkir, hotel, dan sejumlah sumber pemasukan lain. Ditegaskan, transparansi anggaran akan dipublikasikan ke masyarakat. "Sistem online akan menekan APBD hingga 25 persen. Transparansinya dilakukan di semua SKPD dan dipublikasi lewat website Pemprov DKI," ujarnya. Anggota Komisi D DPRD DKI, Boy Bernadi Sadikin mengatakan, jika sistem penimbangan sampah tidak dilakukan secara online bisa merugikan negara. Karena sistem penimbangan manual bisa disalahgunakan oleh oknum yang tidak bertanggung jawab. Boy mengungkapkan, jumlah volume sampah yang masuk TPST Bantar Gebang 6 ribu ton per hari dengan tipping fee sebesar Rp116 ribu per ton. Berarti, setiap bulan Dinas Kebersihan DKI harus membayar Rp20 miliar ke operator pengelola. "Jika ada mark up penimbangan, maka negara akan dirugikan. Bayangkan jika mark up dalam penimbangan sampah 1.500 ton per hari. Kerugian negara bisa mencapai Rp5,2 miliar per bulan," katanya. Fauzan Hilal Post Date : 09 November 2012 |