|
Kediri - Berawal dari kebingungan membuang limbah produksi tahu, petani tahu di Desa Sekarputih, Kecamatan Bagor Kabupaten Nganjuk berhasil menyulap limbah berbau menyengat menjadi energi tepat guna. Energi itu berupa biogas yang bermanfaat bagi bahan bakar memasak dan penerangan. Dengan keberhasilan ini, mereka mengaku dapat menghemat pengeluaran untuk membeli bahan bakar hingga 50%. Lamidi (40), adalah pemrakarsa pembuatan energi tepat guna biogas dari limbah tahu ini. Dia menceritakan awalnya mendapatkan teguran dari Dinas Kesehatan Kabupaten Nganjuk agar tidak membuang limbah produksi tahu di rumahnya ke saluran sungai. Sebab dapat mengakibatkan pencemaran lingkungan. "Ya secara kebetulan setelah ditegur kok ada teman dari Jakarta yang katanya sudah menerapkan teori serupa di Jawa Tengah dan berhasil. Setelah itu kami berusaha mencari bantaun dana ke pemerintah dan syukur kami dibantu dan sekarang ya inilah hasilanya," kata Lamidi saat ditemui detiksurabaya.com pabrik tahu miliknya, di Desa Sekarputih, Kecamatan Bagor, Kamis (6/12/2007). Dijelaskan oleh Lamidi jika proses pembuatan biogas ini sangat simpel. Limbah cair dari sari tahu, langsung dialirkan menuju digester (semacam kolam namun tertutup rapat). Di dalam digester tersebut, menurut Lamidi, limbah tahu yang mengandung bakteri anaerob, yaitu bakteri yang hidup di tempat kedap udara menjalani proses fermentasi. "Biogas ini kan energi yang dihasilkan sari proses fermentasi bakteri anaerob di dalam digester ini. Dalam digester ya terdapat beberapa saringan limbah. Ya prosesnya seperti ini, simpel dan tidak memerlukan banyak biaya," jelasnya. Energi yang dihasilkan dari proses fermentasi bakteri anaerob ini selanjutnya disalurkan langsung melalui pipa PVC menuju titik pemanfaatanya. Antara lain untuk pengganti bahan bakar minyak dan lampu bakar. Tidak tanggung-tanggung, kualitas energi biogas hasil fermentasi limbah tahu ini dapat menjadi api biru, layaknya kompor gas. "Sementara pemanfaatan yang dirasakan ya untuk lampu bakar kecil dan pengganti minyak tanah saat memasak. Tapi nantinya kami berharap bisa jadi sumber listrik bagi masyarakat sekitar," katanya. Ketika ditanya mengenai pembuatan digester agar dapat memanfaatkan limbah tahu, Lamidi mengaku cukup besar biayanya. Tapi dia bersyukur, seluruh biaya pembuatan biogas limbah tahu ini mendapatkan bantuan dari pemerintah setempat. "Disini ada 4 digester, total biayanya mencapai Rp 17 juta," katanya. Sementara para penikmat energi tepat guna biogas hasil fermentasi dari limbah tahu ini mengaku saat ini beban pengeluaranya untuk membeli minyak tanah bisa berkurang hingga 50%. "Ya saat ini belum besar, karena baru seminggu terakhir kami berhasil memanfaatkan limbah ini jadi energi. Minimal berkurang 50%," kata Katini dalam bahasa jawa, salah satu tetangga Lamidi yang ikut merasakan manfaat energi biogas. Ketika ditanya apakah energi yang dihasilkan dari limbah ini mengandung bahaya terhadap makanan yang dimasak dengan energi biogas limbah tahu, Katini menolaknya. "Ya awalnya sebelum disulut api baunya menyengat. Tapi ketika sudah digunakan untuk memasak hasilnya bersih dari limbah. Ini sudah kami buktikan sekeluarga," imbuhnya. Lamidi dan Katini, serta beberapa warga lain di Desa Sekarputih berharap mendapatkan bantuan lagi dari pemerintah, agar pemanfaatan limbah produksi tahu ini semakin meluas ke seluruh desa dan jika perlu ke daerah lain. (fat/fat) Post Date : 06 Desember 2007 |