|
Jakarta, Kompas - Banjir yang melanda Jakarta dan sekitarnya pada Minggu (6/3) membuat warga "langganan" banjir makin khawatir akan terjadinya banjir susulan. Ratusan orang masih bertahan di lokasi pengungsian hingga Senin siang, tetapi jumlahnya berangsur berkurang. Pada Senin malam, hanya puluhan saja yang masih bertahan. Mariani (55), warga RT 14 RW 03 Kampung Melayu, menuturkan, terhitung sejak banjir besar 18-19 Januari lalu, dia dan keluarganya yang berada di daerah terendah sudah tujuh kali mengungsi. "Sebenarnya malu ngungsi terus, tetapi bagaimana lagi. Masak mau tinggal di air. Terpaksa menggotong-gotong barang ke sana kemari," katanya. Lurah Kampung Melayu Lutfi Kamal mengatakan, hingga Senin malam pengungsi yang menempati lokasi penampungan di halaman Yayasan Santa Maria hanyalah mereka yang tinggal persis di pinggir kali. Menurut Eti (34), warga lain, informasi tentang ketinggian air kerap membingungkan warga sehingga mereka terlambat bersiap diri meninggalkan rumah. "Kemarin katanya di Depok tinggi air 260 sentimeter. Saya pikir banjir kecil saja, eh tahunya besar," tuturnya. Itulah salah satu alasan warga enggan pulang ke rumah meski air sudah surut. "Katanya Bogor masih hujan, ntar pulang banjir lagi. Anak saya saja sampai bolos sekolah terus, ketinggalan pelajaran," keluh Eti. Banjir yang melanda Kelurahan Bidara Cina dan Cawang kemarin juga sudah surut. Sementara itu, banjir di Bekasi, Senin kemarin, juga sudah surut. Warga yang rumahnya pada hari Minggu kebanjiran tampak sibuk membersihkan rumah. Selain berusaha keras untuk membersihkan sisa-sisa lumpur yang menempel di lantai dan dinding rumah, warga juga disibukkan dengan pembersihan barang-barang yang terendam air, seperti pakaian, kasur, dan kursi. Meski air sudah surut, warga masih waswas jika hujan turun kembali sebab cuaca di Bekasi terlihat mendung. Tuntut ganti rugi Ratusan pedagang di lantai dasar Mega Bekasi Hipermal yang hingga Senin masih tergenang air sekitar satu meter menuntut pihak manajemen memberikan ganti rugi dan merelokasi pedagang ke lantai lain di dalam pusat perbelanjaan itu. Pasalnya, banjir di lantai dasar yang sudah terjadi beberapa kali itu merugikan pemilik toko dan gerai, sedangkan pengelola Mega Bekasi Hipermal mengingkari janjinya sendiri yang akan memberikan jaminan bahwa bencana itu tak akan lagi dialami pedagang. Dalam pertemuan antara pedagang dan pengelola Mega Bekasi Hipermal, pedagang mengajukan tiga tuntutan. Pertama, pedagang minta diberi ganti rugi dalam nominal rupiah yang meliputi kerugian material barang-barang dagangan yang rusak akibat banjir dan toko. Kedua, pengelola tak lagi menggunakan lantai dasar untuk aktivitas perdagangan, dan ketiga, pedagang meminta agar dipindahkan ke lantai di atasnya. "Waktu banjir tahun lalu juga menggenangi lantai dasar. Pengelolanya berani menjamin kalau banjir tidak akan terjadi lagi. Nyatanya, sekarang lebih parah," kata Rizal, perwakilan pedagang Mega Bekasi Hipermal. Akibat banjir, aktivitas perdagangan di seluruh lantai Mega Bekasi Hipermal hingga Senin kemarin terhenti total. Pihak manajemen memberikan pengumuman tertulis bahwa pusat perbelanjaan di kawasan pintu Tol Bekasi Barat itu akan tutup mulai 7 Maret hingga waktu yang belum ditentukan. Menurut Thomas, pemilik toko optik di lantai dasar, pedagang masih menunggu niat baik pengelola untuk memenuhi tuntutan pedagang yang mengalami kerugian hingga ratusan juta rupiah. Di lantai dasar ini banyak terdapat gerai telepon seluler, toko elektronik, emas, pakaian, dan sebagainya. Direktur Environment Community Union Benny Tunggul mengatakan, ancaman banjir yang melanda Mega Bekasi Hipermal itu sebenarnya sudah diperkirakan sebelumnya. Namun, entah kenapa, Dinas Lingkungan Hidup Kota Bekasi bisa meloloskan analisis mengenai dampak lingkungan (amdal) pembangunan hipermal itu. (IVV/ELN) Post Date : 08 Maret 2005 |