|
Pidie, Kompas - Ratusan pengungsi di tenda-tenda pengungsian di Desa Pante Raya, Kecamatan Trienggadeng, Pidie, Nanggroe Aceh Darussalam, kesulitan mendapatkan air bersih. Bantuan berupa sumur yang diberikan kepada mereka tidak banyak membantu karena air sumur itu kotor, berwarna kekuningan, dan berbau. Sebagian warga yang terpaksa menggunakan air sumur untuk mandi atau mencuci mengeluh gatal-gatal. Lihat nih tangan saya, seperti orang yang kena penyakit kudis. Tetapi, saya terpaksa mandi dengan air itu, habis bagaimana lagi, ujar Nursamsinar (50), salah seorang pengungsi yang ditemui Kompas, Sabtu (17/9). Siang itu, Nursamsinar dan cucunya mendorong gerobak berisi empat jeriken kosong. Sebuah lembaga swadaya masyarakat internasional baru saja mengirimkan bantuan berupa air bersih. Warga yang sudah sembilan bulan tinggal di pengungsian mengantre untuk mendapatkan air bersih yang jumlahnya terbatas. Bantuan air bersih datangnya tidak tentu. Kadang sehari atau dua hari sekali. Jam kedatangannya pun tak pasti, ucap Nursamsinar. WC tak digunakan Samsinar (40), pengungsi yang lain, mengatakan, keterbatasan air bersih mengakibatkan beberapa WC bantuan untuk para pengungsi tidak dapat digunakan. Meski baru, WC tersebut tidak memiliki sumber air bersih. Sebenarnya warga berharap pembangunan rumah mereka dipercepat. Pasalnya, kondisi tenda pengungsian mereka semakin memprihatinkan. Selain kotor karena kesulitan mendapat air bersih, tenda-tenda itu juga banyak yang bocor saat hujan. Warga yang umumnya nelayan juga tidak lagi dapat bekerja setelah tsunami menghanyutkan semua harta benda, termasuk perahu milik mereka. Saeful Bahri, formen dari PT Genali, yang tengah mengerjakan pembangunan rumah milik pengungsi di Pidie, mengaku, sebuah LSM tengah membangun 24 rumah untuk para pengungsi. Diharapkan, rumah sederhana itu bisa selesai sebelum Ramadhan.(IRN/JOS) Post Date : 19 September 2005 |