BANDUNG, KOMPAS - Pengungsi korban banjir di Kecamatan Dayeuhkolot dan Baleendah, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, mulai diserang penyakit. Pengungsi dewasa atuapun anak-anak mengeluhkan kepala pusing, kulit gatal, dan diare.
Keluhan itu ditemui hampir di semua tempat pengungsian yang tersebar di dua kecamatan itu. Cintarsih (47), warga RT 4 RW 14 Kampung Bojongasih, Desa Dayeuhkolot, Kecamatan Dayeuhkolot, mengeluh pusing kepala sejak tiga hari lalu. Ia juga susah makan karena sariawan dan sakit perut. ”Saya belum sempat periksa ke puskesmas,” katanya, Senin (22/2) di Bandung.
Hampir sebulan, Cintarsih dan sekitar 200 pengungsi lain mengungsi di kantor Kecamatan Dayeuhkolot. Mereka mengeluh di tempat itu hanya ada satu toilet.
Yoyo (33), warga RT 2 RW 7, Kelurahan Andir, Baleendah, yang mengungsi di tepi Jembatan Citarum mengeluhkan gatal di kakinya. Tiap hari ia mengunjungi rumahnya yang terendam banjir setinggi 2 meter. ”Anak saya yang berumur tiga tahun juga panas seminggu ini,” katanya.
Kondisi pengungsi di tenda-tenda di tepi Jembatan Citarum memprihatinkan. Banyak anak kecil tidur dengan alas kardus bekas air mineral. Akibatnya, banyak anak kecil kena flu. Pengungsian itu berdekatan dengan tumpukan sampah yang diangkat dari Citarum. Sakit juga diderita pengungsi yang menempati Kompleks Gedung Juang 45 di Kelurahan Baleendah.
Untuk menangani pengungsi Badan Penanggulangan Bencana Daerah Jabar, bekerja sama dengan Dinas Kesehatan Jabar, menyediakan obat-obatan dan air bersih.
Menurut Kepala Dinkes Jabar Alma Lucyati, setiap hari pihaknya memantau kesehatan fisik ataupun psikososial pengungsi.
Ribuan rumah terendam
Ribuan rumah di Kabupaten Musi Rawas, Sumatera Selatan, tergenang banjir akibat meluapnya Sungai Musi dan anak-anak Sungai Musi. Banjir memutus akses ke wilayah itu sehingga kiriman bantuan terhambat.
Sedikitnya tiga kecamatan di Musi Rawas terendam, yaitu Muara Kelingi, Muara Lakitan, dan Bulang Tengah Suku Ulu. Wilayah paling parah adalah Muara Kelingi. Hingga Senin banjir merendam 1.920 rumah di delapan desa di wilayah itu.
Di Muara Kelingi, tinggi banjir 2-3,5 meter. Menurut Camat Muara Kelingi Musadik, sebagian warga memilih bertahan di lantai atas, bahkan atap rumah mereka. Mayoritas rumah berupa rumah panggung.
Berdasarkan laporan dari Taruna Siaga Bencana (Tagana) Sumsel, banjir di Muara Kelingi telah menghanyutkan empat rumah di Desa Bingin Jungut, Muara Kelingi.
Hingga Senin siang tim Tagana belum mampu menyalurkan bantuan makanan ke lokasi banjir terparah di Muara Lakitan.
Menurut Koordinator Tagana Sumsel Sumarwan, tim pembawa bantuan makanan terhenti di Lubuk Linggau. Untuk menempuh ke Musi Rawas perlu waktu perjalanan 1,5 jam lagi.
Sementara itu, di Jambi, Kepala Urusan Teknik Perencanaan dan Program Balai Wilayah Sungai Sumatera VI Sugeng Haryanto menyatakan, intensitas banjir di Jambi meningkat dalam 10 tahun terakhir. Hal itu disebabkan rusaknya daerah-daerah tangkapan air di kawasan hulu sungai.
Sugeng menilai, maraknya pembukaan hutan dan lahan di area tangkapan air pada hulu sungai menjadi penyebab utama meningkatnya intensitas banjir.
”Dulu daerah aliran sungai masih berfungsi sebagai tangkapan air, tapi sekarang lebih berfungsi sebagai areal perkebunan sawit,” katanya. (REK/JON/ITA)
Post Date : 23 Februari 2010
|