|
Jakarta, Kompas - Pengungsi korban banjir, khususnya anak balita dan lanjut usia, mulai terkena diare, demam, batuk, flu, dan gatal-gatal. Kurang memadainya sanitasi dan tidak tersedianya air bersih, menambah potensi merebaknya berbagai penyakit pascabanjir besar di Jakarta sekarang. Fitri, bayi berusia delapan bulan anak pasangan Suherman dan Hani, di tempat pengungsian di Kebon Nanas, Jakarta Timur, misalnya, mengalami demam tinggi. Meski sudah berobat ke puskesmas terdekat, hingga Senin (5/2) siang, belum ada perubahan. Adapun Lisa, bayi berusia sembilan bulan terserang diare dan demam tinggi. Lisa bersama ayah dan ibunya, Aris dan Elin, tetap bertahan di rumah mereka di Kebon Nanas, dan tidak ada yang membantu pengobatan bayi ini. Kustiyah, nenek berusia 78 tahun, Warga Penas, Cipinang Besar Selatan, Jakarta Timuf, juga menderita batuk dan tipus. Pada Senin sore, Tegar Aditya (1 bulan 27 hari), warga Cipinang Melayu, Kecamatan Makasar, Jakarta Timur, terpaksa dibawa ke Posko Medis SAR Sampoerna Resque. Anak pasangan pengungsi Tri Ernawati dan Sutrisno ini menderita diare, batuk pilek, dan panas, tidak lama setelah mengngsi ke masjid di dekat rumah mereka yang tenggelam dilanda banjir. Dokter jaga yang bertugas, Andri Suhandi, terkejut melihat kondisi Tegar yang menjadi korban banjir. "Ini sudah dehidrasi Bu, harus segera ditangani, sebaiknya dibawa ke rumah sakit segera. Anak kecil itu badannya air semua, kalau dehidrasi bisa bahaya," kata Andri, kepada Ernawati, ibu kandung Tegar. Air mata Ernawati langsung menetes deras, membasahi kaosnya yang sudah sejak Jumat lalu belum ganti baju. Tak ada uang atau benda yang bisa diselamatkan, kecuali bayi mungil itu, membawa bayi ke rumah sakit berarti harus membayar pengobatan yang tak murah. "Saya sudah tak punya apa-apa, rumah saya saja tinggal terlihat atapnya saja," kata Ernawati. Andri pun membuat surat pengantar, dengan harapan bayi itu bisa mendapat pengobatan gratis karena pengungsi banjir. Di pengungsian, air minum merupakan barang langka yang tidak bisa didapat dengan cepat apalagi melimpah. Ernawati selama ini sibuk dan panik mengurusi anaknya yang sakit tak sempat memikirkan hal lain. Perlengkapan bayi minim, tak ada selimut yang memadai, pakaian bayi yang terbatas, serta perlengkapan perempuan seperti pembalut wanita dan celana dalam perempuan hingga kini masih sangat dibutuhkan pengungsi. "Ibu ini bajunya belum ganti sejak Jumat lalu, tak ada bantuan baju atau perlengkapan lain," kata seorang warga. Andri Suhandi mengatakan, pasian setiap hari terus bertambah. "Hari ini saja ada 259 pasien yang sebagian anak-anak, mereka biasanya menderita batuk pilek, demam, gatal-gatal, dan diare," katanya. Kondisi yang sama juga terjadi di Jakarta Utara. Yoki Nur Hamid (3), warga Warakas, Kecamatan Tanjung Priok, menderita demam sejak Sabtu lalu. Belum ada pengobatan dari petugas kesehatan meski mereka telah melapor kepada kelurahan. Yoki termasuk salah satu warga yang mengungsi di jalan tol Pluit. Kakeknya, Sukarno (55) menuturkan, suhu badan Yoki sempas panas tinggi Minggu tengah malam. "Saat itu kami sampai bingung karena tidak ada obat apapun," kata Sukarno. Di posko kesehatan Kelurahan Petogogan, Jakarta Selatan, misalnya, sejak Senin pagi hingga siang ada 250 pasien yang berobat, sebagian besar anak-anak. Banyak di antara mereka terkena diare akibat sanitasi yang kurang memadai. Satu mobil toilet yang hingga Minggu tengah malam masih ada di lokasi itu, Senin, sudah tidak tampak. Ratusan pengungsi terpaksa menggunakan salah satu toilet di satu rumah yang tak dihuni di Jalan Wijaya I. Air bersih kurang Pengungsi korban banjir di Jakarta mengeluhkan pula kurangnya air bersih. Kurangnya air bersih menyebabkan bahan makanan tak dapat dimasak sempurna. "Ini sudah hari kelima kami terendam banjir, tidak ada lagi persediaan air bersih. Saat bantuan beras, mi instan, dan telur dikirimkan, kami hanya dapat memakan mi instan mentah saja karena tidak ada lagi air untuk memasak," kata Subeni (54), warga Petamburan, Jakarta Pusat, Senin. Subeni mengaku ia dan beberapa anggota keluarganya memilih tetap bertahan, meski air sudah menggenangi hingga seluruh lantai satu rumahnya. Hal itu dilakukan demi menjaga barang-barang berharga, dari penjarahan yang selalu terjadi saat banjir melanda. Laki-laki pengusaha kos-kosan ini mengatakan, jika saja ada aliran listrik, kebutuhan air di rumahnya masih dapat terpenuhi dari mesin pompa air. Namun, di kawasan ini listrik sengaja diputus sejak pekan lalu. Itu dilakukan untuk menghindari hubungan arus pendek, karena seluruh peralatan listrik serta instalasinya tergenang air. Selama banjir ini, ia hanya mengandalkan pemenuhan kebutuhan sehari-hari dari posko banjir di kelurahan. Biasanya, ia hanya keluar dari rumahnya untuk mengambil bantuan berupa makanan, obat, dan pakaian. Saat ini, bahan makanan menumpuk di rumahnya dan posko banjir susah untuk dimasak, karena persediaan air bersih sedikit sekali. "Warga korban banjir sekarang hanya mendapat jatah air untuk minum, sedangkan untuk MCK (mandi, cuci, dan kakus) belum ada. Kami imbau pemberi bantuan dan juga dari Pemerintah Kota Jakarta Pusat atau Pemprov DKI agar lebih banyak memyadiakan pasokan air bersih," kata Camat Tanah Abang Idirs Priyatna. Di Rumah Sakit (RS) Ibu dan Anak Hermina, Jatinegara, Jakarta Timur, pengungsi pun masih memenuhi halaman parkir. Mereka membuat dapur umum namun kesulitan mendapat air bersih dan toilet. Untuk memenuhi kebutuhan air bersih, pihak RS membuat sumur baru. Walaupun tidak terlalu parah, RS itu pun terendam banjir. Ruang lantai dasar yang biasa dipakai untuk dapur, binatu, pompa air, dan tempat istirahat karyawan terendam air hingga 120 sentimeter (cm). "Tetapi semua peralatan sudah diamankan. Katering untuk pasien juga sudah dipindahkan ke kantin atas," kata Ichsan Hanafi, Wakil Direktur Umum dan Keuangan RS Ibu dan Anak Hermina. Genangan air di lantai dasar, menurut Ichsan tidak mengganggu pasien yang sedang dirawat. Bantuan warga Sementara itu, bantuan untuk pengungsi terus mengalir dari berbagai kalangan. Bantuan untuk warga yang kediamannya dilanda banjir, juga disalurkan Badan Koordinasi Keamanan Laut (Bakorkamla). "Bantuan ini sudah kami salurkan sejak Sabtu lalu. Tempat yang kami salurkan, antara lain ke beberapa tempat di wilayah Jakarta Utara. Seperti di Kepala Gading, Cilincing, dan Penjaringan," tutur Ketua Pelaksana Harian Badan Koordinasi Keamanan Laut Laksamana Madya Djoko Sumaryono. Masyarakat yang peduli korban banjir dengan caranya sendiri, menyalurkan bantuan kepada korban banjir di wilayah DKI Jakarta dan sekitarnya. Warga di 42 perumahan di Jakarta Barat, misalnya, secara bergilir menyediakan nasi bungkus kepada korban di lokasi bencana. Para eksekutif properti di Jakarta, bersama-sama dengan advokat, periset dan pamong, Senin, menghimpun dana segar. Dana itu kemudian dipakai untuk membeli 300 paket berisi sembako, obat-obatan, selimut, air minum dan sebagainya. Bantuan dibagikan kepada para korban banjir di Pondok Laka, Pondok Aren, Ciledug dan Vila Japos, Tangerang. Duduk bersama Sehubungan dengan banjir di Jakarta, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menginstruksikan agar Menteri Dalam Negeri M Ma'ruf bersama Wakil Presiden Jusuf Kalla memanggil Gubernur DKI Jakarta Sutiyoso, Gubernur Banten Ratu Atut, dan Gubernur Jawa Barat Denny Setyawan. Mereka diajak untuk duduk bersama mengatasi banjir di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi. "Akibat otonomi daerah, tidak kita lakukan koordinasi untuk kawasan lintas daerah itu," ujar Menteri Sosial Bachtiar Chamzyah seusai rapat kabinet di Kantor Presiden, Jakarta, Senin. Adapun banjir di Jakarta hingga kemarin masih menggenangi sejumlah kawasan. Salah satunya adalah persimpangan Jalan Kiai Tapa-S Parman-Daan Mogot. Lokasi itu masih tergenang air setinggi rata-rata 1 meter. (win/cal./nic/naw/as/arn/amr/ksp/ong/eln//har/inu/sf/nel) Post Date : 06 Februari 2007 |