|
Bukit Lawang, Kompas - Para pengungsi korban banjir bandang Bohorok di Bukit Lawang, Kabupaten Langkat, dua tahun silam kini mengalami krisis air bersih. Tiga sumur di tempat penampungan sementara yang terletak di belakang terminal Bukit Lawang airnya menyusut dan tidak layak lagi dikonsumsi. Sejak musim kemarau tiga bulan lalu, air di tiga sumur kandas dan sulit didapat. Warga harus menunggu lama untuk bisa mengumpulkan air dalam ember-ember plastik. Sudah tiga bulan air sumur di sini kering. Kalau punya uang, kami bisa minta ke tukang becak mengambilkan air di Sungai Bohorok, tetapi kalau enggak punya, terpaksa mengambil air di anak sungainya. Padahal air di situ kotor karena bercampur dengan kotoran manusia, ujar Kurniati (50) di tempat pengungsian, akhir pekan lalu. Air bersih bisa didapatkan di Sungai Bohorok, namun jaraknya cukup jauh, sekitar tiga kilometer dari tempat pengungsian. Mereka harus membayar Rp 4.000 ke tukang becak yang membawakan empat jeriken air dari Sungai Bohorok. Sementara itu, sejumlah desa di Kabupaten Cilacap, Jateng, juga mulai mengalami krisis air bersih. Penduduk dari berbagai desa di wilayah Kecamatan Kawunanten, Bantarsari, dan Patimuan telah meminta kiriman air bersih. Setiap musim kemarau desa-desa di 3 wilayah kecamatan itu menjadi langganan krisis air. Sejak kemarau terjadi peningkatan permintaan air bersih, ungkap Bugi Gagah Handoko, Direktur PDAM Cilacap. Sejak satu minggu terakhir seluruh armada PDAM dikerahkan untuk melayani dan mendistribusikan air bersih untuk desa yang mengajukan permintaan. (nts/bil) Post Date : 22 Agustus 2005 |