Pengomposan Hanya Basa-basi

Sumber:Pikiran Rakyat - 13 Maret 2010
Kategori:Sampah Luar Jakarta

NGAMPRAH, (PR).- Kegiatan pembuatan kompos di Tempat Pembuangan Akhir   (TPA) Sampah Sarimukti dinilai hanya basa-basi pemerintah. Minimnya sarana dan timpangnya volume sampah yang bisa dikomposkan dinilai sebagai indikator ketidakseriusan Pemerintah Provinsi Jawa Barat dalam pengolahan sampah menjadi kompos.

Demikian diungkapkan Chay Asdak, pengamat lingkungan yang juga Sekretaris Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) Universitas Padjadjaran, Jumat (12/3). Menurut dia, sampah di Sarimukti masih diperlakukan sebagai sampah, bukan sebagai objek potensial yang bisa diolah dengan dijadikan kompos sehingga memiliki nilai ekonomi.

”Awalnya dibuat sebagai TPK (tempat pembuatan kompos), tetapi kenyataannya adalah TPA. Pembuatan komposnya hanya sedikit dibandingkan dengan penimbunan sampah. Kemudian, peralatan dan sarananya minim dan rusak. Dari sini saja sudah bisa dipertanyakan mengenai kesungguhan pemerintah pada pengelolaan Sarimukti,” ujar Asdak.

Seperti diberitakan sebelumnya, sarana pembuatan kompos di TPA Sarimukti tidak seimbang dengan volume sampah yang datang setiap harinya. Sarimukti yang pada awalnya diplot sebagai TPK (tempat pembuatan kompos) ternyata hanya dilengkapi dua mesin pencacah (satu rusak) dan dua mesin pengayak yang cuma bisa mengolah 25 meter kubik sampah per hari. Padahal, sampah yang datang setiap hari mencapai 1.500  meter kubik. Mesin-mesin buatan Cina tersebut juga tidak pernah diganti sejak beroperasi 2006 sehingga kerap rusak dan menghambat pengolahan.

”Selain tidak ada peremajaan dan penambahan sarana, pengelolaan kompos yang hanya bisa menampung 25 meter kubik dari 1.500 meter kibik sampah yang datang juga merupakan tanda kalau pembuatan kompos di Sarimukti hanya omongan saja. Seperti kegiatan demonstrasi pembuatan kompos kepada masyarakat,” ujarnya

Asdak mengatakan, jika otoritas terkait seperti Dinas Kebersihan, BPLHD, atau Pemprov Jabar berniat menjadikan Sarimukti sebagai TPK yang bisa mengelola sampah menjadi bernilai ekonomi. Selain itu, harusnya Sarimukti dijadikan sebagai unit usaha dan ada investasi berarti untuk sumber daya yang memadai.

”Sinergi dengan pihak lain, terutama pemakai seperti Dinas Pertanian juga harus dilakukan,” ujarnya.

Dia mengatakan, jika ketidakseimbangan produksi kompos dengan penimbunan sampah yang terjadi saat ini dibiarkan saja, Sarimukti hanya akan menjadi lautan sampah.

”Kalau ketidakseriusan seperti ini terus berlanjut, maka longsor sampah atau penyebaran air lindi hanya tinggal menunggu waktu,” ujarnya. (A-168)



Post Date : 13 Maret 2010