|
JAKARTA – Dinas Kebersihan DKI Jakarta terus mengembangkan konsep pengolahan sampah dengan melibatkan warga. Langkah ini diyakini ampuh untuk mengatasi sampah warga Ibu Kota yang mencapai 6.400 ton per hari. Kepala Dinas Kebersihan DKI Jakarta Eko Bharuna menjelaskan, UU 18/2008 tentang Pengelolaan Sampah secara tegas mengamanatkan kegiatan penanganan sampah melalui program 3R (reduce, reuse, dan recycle). ”Saat ini Pemprov dan Badan Legislasi Daerah (Balegda) DPRD DKI Jakarta sedang membahas Raperda Pengelolaan Sampah. Perda ini akan mengatur secara teknis pengelolaan sampah di Ibu Kota,termasuk juga ketentuan pengelolaan sampah di sumber melalui 3R,”kata Eko Bharuna di Balai Kota kemarin. Pihaknya mengakui saat ini sudah banyak Bank Sampah, namun kinerjanya belum signifikan. Padahal, volume sampah setiap tahun mengalami peningkatan 5%.”Karena tidak ada insentif yang diterima,jadi segitu-segitu saja,” tuturnya. Jika 267 kelurahan di DKI Jakarta sudah memiliki Bank sampah, diperkirakan 5–10% sampah rumah tangga bisa tereduksi. Saat ini setiap harinya 6.500 ton sampah dibuang oleh warga DKI Jakarta. Sekitar 5.400 ton dibawa ke Tempat Pengolahan Akhir (TPA) Bantargebang,Bekasi. Eko mengakui, jika perda sudah disahkan DPRD, penerapan Bank Sampah di seluruh kelurahan akan membutuhkan bantuan koordinasi dari wali kota, camat, lurah, hingga RT/RW. Kepala Bidang Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu (TPST) Kota Iwan Wardhana menambahkan, saat ini di Jakarta hanya memiliki satu tempat pembuangan sampah akhir (TPA) yakni di Bantargebang. Setiap hari TPA Bantargebang menampung 5.400 ton per hari. ”Volume tersebut tidak dapat lagi ditampung oleh Bantargebang. Makanya kita menyiapkan lahan baru dengan membuat ITF (intermediate treatment facility), ”ujar Iwan. Ketiga ITF ini dirancang untuk mengolah sampah dengan jumlah ribuan ton per hari. ITF Sunter misalnya mengolah sampah minimal 1.000 ton/hari dan ITF Marunda dapat mengelola sampah 1.500 ton/hari. ilham safutra Post Date : 19 Juni 2012 |