|
RANGKASBITUNG - Pembangunan pengolahan air bersih di Lebak, Banten, yang menelan biaya Rp 18 miliar lebih, terbengkalai. Proyek yang didanai Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara periode 1997-1998 dan sejumlah investor ini direncanakan beroperasi pada 2000. Namun, krisis ekonomi membuat proyek ini terhenti sejak 1999 sampai sekarang. Pembangunan proyek pengolahan air bersih ini dirancang untuk mengatasi kekurangan air bersih di tiga kabupaten di Banten. Jika selesai, pengolahan air ini memiliki kapasitas 400 liter per detik. Proses pembangunannya dibagi menjadi dua tahap. Pada masing-masing tahap dibangun pengolahan air berkapasitas 200 liter per detik. Menurut Direktur Utama Perusahaan Daerah Air Minum Kabupaten Lebak Ridwan, pembangunan tahap pertama sudah mencapai 75 persen. Untuk melanjutkannya, dibutuhkan dana sekitar Rp 10 miliar. "Kami sudah mengajukan kepada pemerintah pusat agar dilanjutkan," kata Ridwan di Rangkasbitung kemarin. Pengolahan air bersih ini, kata dia, merupakan satu-satunya solusi krisis air bersih di Banten. Ridwan mengatakan, untuk pembangunan tahap pertama, deservor dan instalasi, seperti sistem pengadaan air baku, sistem pengolahan air baku, dan pipa baja sepanjang 51 kilometer, sudah dibangun. Tapi ada sejumlah instalasi yang baru selesai 60 persen. Sedangkan tahap kedua baru sampai pada tahap pembebasan lahan. Jika pembangunan tahap pertama selesai, kata dia, pasokan air untuk Kabupaten Tangerang mencapai 180 liter per detik dan menjadi yang terbesar. Sedangkan sisanya untuk Kecamatan Kopo di Kabupaten Serang dan Kecamatan Maja di Kabupaten Lebak. Masing-masing kecamatan mendapat pasokan 10 liter per detik. Namun, pembangunan pengolahan air bersih ini terhenti dan tidak ada tanda-tanda dilanjutkan. Akibatnya, terjadi penyusutan nilai fisik proyek, dari Rp 18 miliar kini menyusut sekitar Rp 2,3 miliar. Jika proyek ini terus dibiarkan terbengkalai, nilai penyusutan tentu makin besar. FAIDIL AKBAR Post Date : 22 Agustus 2006 |