|
Aplikasi teknologi pengolah air asin di lahan gambut menjadi air minum memenangkan Lomba Inovasi Teknologi 2004. Dewan Juri yang beranggotakan 11 peneliti dari BPPT menyatakan karya inovasi Arie Herlambang, peneliti BPPT meng ungguli karya 7 finalis lain-termasuk di antaranya peneliti dari Batan dan LIPI. Dijelaskan Koordinator Lomba Inovasi Teknologi, Yudi S Garno, teknik pengolah air di lahan gambut tersebut dinyatakan terbaik karena berhasil diterapkan di Kawasan Transmigrasi Kalimantan Tengah yang mengalami kelangkaan sumber air tawar. Hal ini sejalan dengan tujuan lomba yaitu menggali inovasi teknologi yang berdampak signifikan bagi kehidupan masyarakat. Penilaiannya mengacu pada kriteria utama yaitu bersifat inovatif, memiliki manfaat yang besar bagi masyarakat, dapat meningkatkan produktivitas dan kualitas, serta ramah lingkungan, urai Yudi. Dengan kriteria itu terpilih pula sebagai juara kedua yaitu Iman Sudasri dari UPT LUK BPPT dengan inovasinya tentang Aparatus Penyemaian Kecambah Otomatis. Penyemaian kecambah otomatis ini telah digunakan oleh usaha kecil dan koperasi untuk pembuatan taoge di beberapa daerah. Sedangkan juara ketiga Agus Kuswanto, peneliti BPPT, menciptakan Geoscanner 1803 : Inovasi teknologi untuk survei kebumian. Karya inovasi yang dapat mempermudah pencarian sumber air ini, telah diajukan ke lembaga paten. Bagi para juara tersebut diserahkan hadiah berupa uang berturut-turut Rp 6 juta (juara I), Rp 4 juta (juara II), dan Rp 2 juta (juara III). Finalis lain Dari 26 peserta lomba inovasi yang pertama kali ini diselenggarakan BPPT terpilih 5 finalis lain, di antaranya Edi Herianto (LIPI), Sri Mulyono dan Tri Harjanto (Batan), Untung Sumotarto (BPPT), dan Supriyono (BPPT). Lebih lanjut dijelaskan Yudi, karya mereka sebetulnya tidak kalah dibandingkan yang dibuat para juara. Seperti misalnya insinerator tipe Rotary Kiln untuk pemusnah limbah domestik karya Edi Herianto. Insinerator ini telah mendapat paten, namun belum pernah diuji coba di lapangan. Dijelaskan Edi bila insineratornya diterapkan di Jakarta, dapat mengubah 6.000 m kubik sampah per hari dan membangkitkan listrik 8 MW. Saat ini produksi sampah organik di Jakarta mencapai 25.000 m kubik per hari. Selama ini limbah tersebut menjadi masalah di Ibu Kota karena tak mampu mengolahnya. (yun) Post Date : 20 Agustus 2004 |