Pengguna Air Tanah Dibebani Pajak 20%

Sumber:Koran Sindo - 24 November 2010
Kategori:Air Minum

SEMARANG (SINDO) – Pansus Raperda Pajak DPRD Kota Semarang kemarin menyepakati besaran pajak pemanfaatan air tanah sebesar 20% dari nilai perolehan air tanah.

Selain dapat mendongkrak pendapatan asli daerah (PAD), penentuan pajak sebesar itu juga diharapkan mampu mengendalikan penggunaan air tanah secara berlebih. Ketua Pansus Raperda Pajak Yearzy Ferdian mengungkapkan penentuan pajak 20% merupakan nilai maksimal yang diamanatkan UU No 28/2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. ”Jadi jika telah ditetapkan jadi perda,tidak semata-mata berorientasi pada pendapatan saja.

Dengan nilai pajak yang maksimal,masyarakat diharapkan tidak seenaknya menggunakan air tanah mengingat sampai saat ini belum ada payung hukum tentang pengaturan air tanah,”bebernya. Dalam draf Raperda Pajak Air Tanah, besaran pajak air tanah didasarkan pada nilai perolehan air tanah.Nilai perolehan air tanah akan ditentukan dengan peraturan Wali Kota, dengan mempertimbangkan jenis dan lokasi sumber air serta tujuan pengambilan air tanah.

Adapun untuk mengetahui volume pemakaian air tanah,maka masyarakat diwajibkan memasang meteran air. Kepala Dinas Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Suseno mengatakan, selama ini pajak air tanah di Kota Semarang dikelola oleh Pemprov Jateng. Seiring ditetapkannya UU No 28/2009, pajak air tanah dikelola oleh kabupaten atau kota. ”Karena itu,beberapa hal yang nanti akan kami terapkan dalam Perda Pajak Air Tanah mengacu dengan apa yang telah dilakukan oleh pemprov.

Seperti jumlah obyek pajak maupun besaran retribusi atau nilai pemakaian air tanah,” kata dia. Dari data yang diperoleh dari Pemprov Jateng, lanjut Suseno, di Kota Semarang setidaknya ada 500 lebih titik air tanah yang telah dimanfaatkan masyarakat.Sebagian besar berada di wilayah Semarang bawah dengan pemakai terbesar dari kalangan perusahaan.

Namun, jumlah titik air atau obyek pajak tersebut diyakini bisa bertambah lantaran sampai saat ini belum ada mekanisme dan alat yang bisa mendeteksi di mana lokasi air tanah yang sudah dimanfaatkan masyarakat. ”Selama ini masih banyak yang kucing-kucingan dengan penggunaan air tanah.Ini yang menjadi kendala kami karena biasanya titik pengambilan air tanah berada di dalam rumah atau belakang gedung. Tapi, kita kan punya aparat yang mengawasi, nanti kita cari solusi yang tepat,” tandasnya. (agus joko)



Post Date : 24 November 2010