Jakarta, Kompas - Pemerintah mengabaikan konsep kota berkelanjutan yang ada di beberapa wilayah Indonesia. Pengendalian air sebagai kebutuhan utama ataupun pencegahan banjir di perkotaan merupakan hal paling mendesak untuk direvitalisasi.
”Pemerintah sudah tahu teknologinya, dan tahu permasalahannya,” kata peneliti utama masalah hidrologi pada Pusat Penelitian Geoteknologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Robert Delinom, Senin (1/8) di Jakarta.
Tahun 2010, Robert membuat studi perbandingan tata pengelolaan air di tiga ibu kota negara di Asia Tenggara, yaitu di Bangkok (Thailand), Manila (Filipina), dan Jakarta (Indonesia). Bangkok merupakan kota yang paling cepat melakukan pengendalian air.
Pengendalian air di Bangkok dilakukan dengan merevitalisasi kanal-kanal untuk mengantisipasi banjir. Bangkok juga mengembangkan penampungan air hujan pada musim hujan untuk menopang kekurangan persediaan air permukaan pada musim kemarau.
”Jakarta tidak jauh berbeda dengan Manila. Antisipasi banjir pada musim hujan tidak tertangani, kekurangan air ditutupi dengan air tanah,” ungkap Robert.
Tidak mustahil
Secara terpisah, ahli tata kota Yayat Supriyatna dari Universitas Trisakti, Jakarta, mengatakan, kota berkelanjutan bukan suatu hal yang mustahil. Ia menyebutkan, kota Tarakan di Kalimantan Timur dan Kabupaten Lampung Barat setidaknya sedang tumbuh menjadi kota menengah yang mengupayakan keseimbangan lahan terbuka hijau.
Kota Surabaya di Jawa Timur juga sedang merevitalisasi lingkungannya. Bantaran sungai dan kualitas air sungai menjadi target pemulihan.
”Kota seperti Jakarta dengan area pemanfaatan 92 persen, jelas tidak seimbang dengan ruang terbuka hijaunya,” kata Yayat.
Menurut Yayat, padatnya Jakarta berimplikasi terhadap harga air bersih di Jakarta yang termahal ketiga di Asia, setelah Tokyo dan Singapura. Jakarta sekarang masuk kategori kritis.
”Perusahaan air minum di Jakarta hanya bisa memenuhi 40 persen kebutuhan warganya,” kata Yayat.
Ia menyebutkan, perbaikan tata kota Jakarta yang paling memungkinkan adalah bersinergi dengan wilayah di sekitarnya. Akan tetapi, sinergi itu dinilai tidak mudah.
”Kota-kota di sekitar Jakarta seperti berkompetisi dengan Jakarta secara terselubung,” kata Yayat. (NAW)
Post Date : 02 Agustus 2011
|