|
Jakarta, Kompas - Berbagai proyek pengendali banjir di Jakarta hingga 2005 belum optimal diupayakan pemerintah. Di antaranya untuk rencana pembangunan Banjir Kanal Timur yang menyodet lima kaliKali Cipinang, Sunter, Buaran, Jati Kramat, dan Cakung hingga kini masih tersendat masalah pembebasan lahan. Rencana pembangunan Banjir Kanal Timur (BKT) itu sangat prinsip dibutuhkan untuk pengendali banjir di Jakarta. Hal itu harus diprioritaskan, tetapi sampai sekarang masih terhalang masalah pembebasan lahannya, kata anggota Komisi D, Fathi R Shidiq, Rabu (23/11). Berdasarkan data Dinas Pekerjaan Umum DKI, anggaran pembebasan lahan untuk BKT 2005 sebesar Rp 450 miliar. Pada perhitungan 21 November lalu, tingkat penyerapannya mencapai Rp 407,21 miliar atau 90,6 persen. Adapun lahan yang sudah dibebaskan meliputi 30,47 hektar di wilayah Jakarta Timur, sedangkan di wilayah Jakarta Utara mencapai 10,25 hektar. Luas lahan yang seharusnya dibebaskan mencapai 250 hektar. Menurut Fathi, untuk tahun 2006, pemerintah diharapkan dapat segera membebaskan lahan BKT dengan anggaran yang tersedia. Kemudian, tak kalah penting dalam hal mengendalikan banjir di Jakarta, juga kebijakan normalisasi sungai dan situ yang tersisa di Jakarta. Badan Perencanaan Daerah DKI telah mengajukan rancangan anggaran untuk pengendalian banjir melalui normalisasi sungai dan situ pada 2006 sebesar Rp 315 miliar. Diharapkan, realisasi dari anggaran itu dapat mengembalikan fungsi bantaran sungai yang sering dijadikan permukiman liar atau untuk mengatasi pendangkalan sungai. Bendungan Ciawi Sarana pengendali banjir di Jakarta lainnya, yaitu pembangunan Bendungan Ciawi, hingga kini sama sekali belum tersentuh rencana pembangunannya. Padahal, pada tahun 2004 studi kelayakan bendungan untuk menahan laju air Sungai Ciliwung itu selesai dikerjakan. Pada tahun anggaran 2005 rencana pembangunan bendungan itu belum dianggarkan. Begitu pula pada tahun anggaran 2006 nanti juga belum diusulkan, kata Kepala Humas Pemerintah Provinsi DKI Catur Laswanto. Menurut Catur, untuk pembangunan di luar wilayah DKI, seperti di Ciawi, memang bukan merupakan kewenangan Pemprov DKI. Namun, pembangunan bendungan Sungai Ciliwung di Ciawi itu sendiri tidak hanya bermanfaat bagi pengendalian banjir di Jakarta, tetapi juga bagi wilayah sekitar Ciawi. Manfaat bendungan di Ciawi itu di antaranya mampu menjaga kandungan air tanah di sekitar kawasan Ciawi. Sebab, kawasan itu kini makin sedikit yang memiliki kawasan tangkapan air hujan akibat banyak pembangunan vila atau permukiman. Didahulukan Ketua Komisi D DPRD DKI Sayogo Hendrosubroto kemarin menyatakan, proyek-proyek pengendali banjir hingga kini belum terlihat betul wujudnya. Dari anggaran pengendalian banjir 2005 untuk normalisasi sungai atau situ sebesar Rp 345 miliar juga tidak tampak. Anggarannya sudah ada, tetapi sampai sekarang hampir tidak terlihat proyek-proyek pengendalian banjir itu, kata Sayogo. Proyek pengendalian banjir, seperti normalisasi sungai dan situ, beserta saluran-saluran air pembuangan supaya tidak terjadi genangan di permukiman, menurut Sayogo, harus didahulukan. Namun, yang terjadi sekarang, banjir atau genangan di permukiman dan jalan-jalan raya sudah terjadi berkali-kali di beberapa tempat. Kemudian petugas pemerintah buru-buru mengerjakan proyek pengendaliannya. Ini namanya buang-buang anggaran, ungkap Sayogo. Berdasarkan laporan penyerapan anggaran per 10 November lalu, lanjut Sayogo, proyek pengendalian banjir di Jakarta sesuai anggaran 2005 memang belum terealisasi optimal. Dari kenyataan demikian, dikhawatirkan pula ada pengebutan alokasi anggaran untuk proyek-proyek yang direncanakan. Dicontohkan, dalam realisasi anggaran Dinas PU, secara keseluruhan sejumlah Rp 1,68 triliun untuk pembangunan berbagai sarana fisik dan hanya terserap sekitar 57,2 persen. Dikhawatirkan, dari keadaan demikian menjelang akhir tahun anggaran 2005 nanti terjadi pengerjaan proyek yang asal jadi. Hal itu semata-mata untuk menggunakan anggaran yang telah tersedia. (PIN/NAW) Post Date : 24 November 2005 |