|
Tangerang, Kompas - Pemerintah Kota Tangerang mewajibkan para pengembang membangun tandon air dan saluran pembuangan sebelum membangun kawasan baru. Aturan mengenai kebijakan baru tersebut sedang disiapkan. ”Draf kebijakan atas kewajiban pengembang sudah disusun dan disampaikan kepada mereka yang akan membangun. Tinggal menunggu pengajuan rancangan peraturan daerah,” kata Kepala Dinas Pekerjaan Umum Kota Tangerang Karsidi, Rabu (15/2), di Tangerang. Menurut Karsidi, saat ini ada sekitar 5 persen dari lebih kurang 100 perumahan di Kota Tangerang yang rawan banjir, terutama perumahan yang sudah lama dibangun. Perumahan yang menjadi langganan banjir di antaranya kawasan Total Persada, Purati, Ciledug Indah I dan II, Pondok Bahar, Pondok Maharta, dan Wisma Tajur. Sementara itu, kemarin, sekitar 1.300 warga Perumahan Total Persada sudah mulai kembali ke rumah masing-masing. Banjir yang menggenangi rumah mereka sejak Sabtu tengah malam mulai surut. Ketinggian air saat di dekat tanggul sekitar 40 sentimeter. Begitu air mulai surut, warga langsung bersih-bersih rumah dari berbagai sampah. Namun, sebagian besar dari mereka belum bisa tinggal di rumah karena peralatan tidur rusak, basah, dan ada yang hilang tersapu air saat banjir. ”Bagaimana mau tinggal dan tidur malam ini, rumah masih kotor. Takut banyak binatang yang bersembunyi di balik lemari dan perabot yang ada dalam rumah,” ujar Sekretaris RT 08 RW 07 Slamet Riyadi. Menata bantaran sungai Bastari, Pelaksana Kegiatan Perbaikan Sungai dan Pantai Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung-Cisadane, mengatakan, baik pemerintah pusat maupun Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sama-sama berkepentingan menata bantaran sungai. Selain mengentaskan Jakarta dari masalah banjir, penataan sungai yang baik juga bakal berimbas pada ketersediaan air bersih memadai bagi kota metropolitan ini sekaligus bisa berfungsi sebagai jalur transportasi alternatif. ”Namun, tidak mudah menata kembali sungai dan bantaran yang telah sekian puluh tahun diokupasi. Saya mengerti kesulitan yang dihadapi DKI Jakarta. Untuk itu, memang diperlukan kerja sama dan dukungan berbagai pihak agar penataan bantaran segera terealisasi,” papar Bastari. Sebelumnya, Direktur Sungai dan Pantai Direktorat Jenderal Sumber Daya Air Kementerian Pekerjaan Umum Pitoyo Subandrio dan Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah DKI Jakarta Sarwo Handayani menegaskan, Pemerintah Provinsi DKI akan menerapkan resettlement solution framework, yaitu program relokasi warga bantaran dengan dasar studi sosiologi, lingkungan, dan berbagai faktor lain. ”Kami akan memanusiakan warga bantaran. Yang ada adalah pemindahan ke tempat yang lebih layak, bukan penggusuran,” kata Sarwo. Awal Februari lalu, Kementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat telah mengumumkan penataan warga bantaran Ciliwung, khususnya di kawasan Kampung Melayu-Manggarai. Program yang berlangsung pada 2012-2014 itu memakan biaya lebih dari Rp 5 triliun. Lebih dari 1.180 bangunan akan direlokasi dan warganya akan dipindahkan ke rumah susun sederhana sewa di Matraman, Jakarta Timur. Pitoyo juga mengatakan, warga setempat dan masyarakat umum berhak mengawasi pemindahan dan penataan bantaran. Para ahli di luar institusi pemerintahan yang dilibatkan turut berfungsi sebagai pengawas. Dengan demikian, penataan bantaran tidak merugikan warga. (PIN/NEL) Post Date : 16 Februari 2012 |