|
JAKARTA - Kalangan DPRD DKI Jakarta menilai, pengelolaan sampah dalam kota tidak bisa diseragamkan, namun harus sesuai dengan kondisi lingkungan di sekitarnya. "Pengolahan sampah dalam kota yang tidak sesuai dengan lingkungan sekitarnya potensial menimbulkan masalah baru. Pemprov tidak bisa menerapkan konsep pengolahan sampah secara seragam di empat wilayah TPST dalam kota," kata Wakil Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta, Mukhayar Rustamudin di Jakarta, Jumat (12/8). Salah satu contoh konsep pengolahan sampah yang sesuai dengan lingkungan adalah waste to energy. Menurut Mukhayar, konsep waste to energy ini paling cocok jika diterapkan di TPST Marunda. Soalnya, di dekat lokasi tersebut terdapat pembangkit listrik tenaga gas dan uap. "Energi yang muncul dari pengolahan sampah bisa dialirkan untuk dimanfaatkan dalam menggerakkan turbin yang ada di PLTGU," jelasnya. Tapi, lanjutnya, konsep pengolahan waste to energy tersebut kurang tepat jika diterapkan pada kawasan lain, seperti di TPST Duri Kosambi. Pasalnya, di sekitar kawasan Duri Kosambi tidak terdapat instalasi pembangkit seperti di Marunda. "Bisa saja pengolahan sampah di Duri Kosambi menggunakan konsep lain seperti bio fertilizer," imbuhnya. Mukhayar mengatakan, untuk di TPST Duri Kosambi, konsep pengolahan sampah yang paling sesuai adalah dengan konsep bio fertilizer. Dalam pengolahan sampah dengan cara ini, sampah organik dan anorganik akan diubah menjadi pupuk. Prosesnya memakan waktu yang tidak terlalu lama, hanya sekitar 32 jam pupuk sudah jadi. Dia menjelaskan, dengan cara ini, sampah akan diproses dalam sebuah tabung rapat sehingga bau busuk yang muncul tidak akan menyebar ke sekitar lingkungan di TPST. "Cara itu bisa menekan bau busuk yang muncul pada saat proses pengolahan sampah berlangsung," jelas Mukhayar. Sedangkan konsep ball press, lanjutnya, lebih tepat diterapkan pada wilayah yang jauh dari pemukiman. Sebab, pengolahan sampah menjadi pupuk dengan konsep ini dilakukan di tempat terbuka dan membutuhkan waktu selama 42 hari. Mukhayar menegaskan, konsep pengolahan sampah yang akan diterapkan di Jakarta harus mencakup pengolahan dari hulu ke hilir. "Masterplan pengolahan sampah saat ini dibuat pada tahun 1986 yang hanya terfokus pada bagian hilir. Itu sudah tidak pas," ujarnya. Dia beranggapan, pengolahan sampah di Jakarta harus diperhatikan sejak dari rumah tangga dan wilayah setingkat kelurahan. Sementara itu, menanggapi keresahan warga kelurahan Duri Kosambi, Cengkareng, Jakarta atas rencana pembangunan TPST, Kepala Suku Dinas Kebersihan Jakarta Barat Chaerul Mukti menegaskan, keresahan itu tidak perlu terjadi. Sebab, pengolahan sampah dilakukan tidak menimbulkan dampak pencemaran separah TPST lainnya, serta tidak akan terlalu banyak asap maupun aroma yang tak sedap yang mencemari lingkungan sekitar. (Y-6) Post Date : 13 Agustus 2005 |