|
NGAWI - Komitmen Kabupaten Ngawi untuk mempertahankan Adipura layak dipertanyakan. Pengelolaan sampah yang mendapatkan poin tinggi dalam penilaian, terkesan diabaikan. Itu bisa dilihat dari tumpukan sampah di tempat pembuangan akhir (TPA) Desa Selopuro, Kecamatan Pitu, yang masih menggunakan model terbuka. "Dari tim penilai Adipura memang akan mendapat catatan kurang baik karena ketentuan untuk pengelolaan sampah di TPA mestinya menggunakan model tertutup," kata Kepala Bidang Pengelolaan Lingkungan dari Dinas LHPE Ngawi Suhandoko. Saat ini volume sampah di Ngawi tinggi sedangkan pengelolaan sampah belum memadai. Ini bisa dilihat dari tidak adanya tempat pengolahan sampah atau tempat sampah terpadu bahkan di kantor-kantor pemerintah. Pengelolaan sampah yang kurang tertata juga tercermin dari lokasi pembuangan sampah yang dekat dengan fasilitas umum seperti sekolah. Akibatnya tidak banyak sekolah di Ngawi bisa lolos dalam penilaian tim UKS dan sebagainya. Model pengelolaan sampah di TPA yang menuntut tempat tertutup juga akan menelan anggaran dan hal itu masih sulit direalisasikan. Saat ini di TPA Selopuro Ngawi banyak menjadi jujugan para pemulung. Banyak warga sekitar menggantungkan hidupnya dari memulung di TPA ini. "Kalau untuk hewan ternak mencari makan di TPA kami sudah larang," kata Suhandoko. Suhandoko mengatakan masih banyak yang perlu dibenahi dalam pengelolaan sampah di Ngawi. Selain soal tempat pembuangan yang perlu ditertibkan dan sosialisasi agar warga hidup bersih, alat-alat yang memadai juga dibutuhkan. Daur ulang sampah juga masih jarang dilakukan kelompok masyarakat di Ngawi. Tahun lalu Ngawi mendapatkan Adipura dan diharapkan dapat dipertahankan untuk tahun ini. Pengelolaan sampah dan pola kebersihan di instansi pemerintah akan diberi poin tinggi oleh tim penilaian adipura. "Tentu saja untuk mencapainya butuh komitmen bersama dari masyarakat," ujarnya. (ari/sad) Post Date : 13 Mei 2008 |