|
PERATURAN Daerah (Perda) Provinsi Jawa Barat Nomor 3 Tahun 2004 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air, diterbitkan dengan dasar pertimbangan kondisi mutu air pada sumber air di wilayah Jabar yang semakin menurun akibat pencemaran dari segala aktivitas manusia. Hal tersebut mengakibatkan air tidak dapat berfungsi sesuai dengan peruntukannya. Pengelolaan kualitas air di dalam Perda No. 3/2004 adalah upaya pemeliharaan air sehingga tercapai kualitas air yang diinginkan, sesuai dengan peruntukannya untuk menjamin agar kualitas air tetap dalam kondisi alamiahnya. Sedangkan pengendalian pencemaran air adalah upaya pencegahan dan penanggulangan pencemaran air, serta pemulihan kualitas air untuk menjamin kualitas air agar sesuai dengan baku mutu air. Sebenarnya pada tingkat pemerintah pusat, terdapat pula ketentuan yang sama, yakni Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air. Akan tetapi sesuai dengan prinsip - prinsip otonomi daerah, Pemerintah Daerah Provinsi Jabar mengeluarkan perda tersendiri, untuk memenuhi kebutuhan pengaturan yang aktual dan faktual di wilayahnya. Berdasarkan Pasal 2 ayat (1) Perda No. 3/2004, ruang lingkup pengelolaan kualitas air meliputi kegiatan : a. Penyusunan rencana pendayagunaan air; b. Penetapan klasifikasi mutu air; c. Penetapan kriteria mutu air; d. Penetapan baku mutu air; e. Penetapan status mutu air; f. Penetapan baku mutu air sasaran; g. Pengujian kualitas air. Selanjutnya pasal 2 ayat (2) menetapkan ruang lingkup pengendalian pencemaran air meliputi kegiatan : a. Menetapkan daya tampung beban pencemaran; b. Melakukan inventarisasi dan identifikasi sumber pencemaran; c. Menetapkan baku mutu air limbah; d. Menetapkan persyaratan pembuangan air limbah ke air atau sumber air; e. Memantau kualitas dan kuantitas air. Air merupakan sumber daya alam yang dibutuhkan untuk memenuhi hajat hidup orang banyak, sehingga perlu dilindungi agar dapat tetap bermanfaat bagi hidup dan kehidupan manusia serta makhluk hidup lainnya. Untuk menjaga atau mencapai kualitas air, yang dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan sesuai dengan tingkat mutu air yang diinginkan, perlu upaya pelestarian dan pengendalian. Pelestarian kualitas air merupakan upaya untuk memelihara fungsi air agar kualitasnya tetap pada kondisi alamiahnya. Pelestarian kualitas air dilakukan pada sumber air yang terdapat di hutan lindung. Sedangkan pengelolaan kualitas air pada sumber air di luar hutan lindung dilakukan dengan upaya pengendalian pencemaran air. Upaya tersebut untuk memelihara fungsi air agar kualitasnya memenuhi ukuran batas atau kadar yang ditetapkan atau sesuai dengan baku mutu air. Air sebagai komponen lingkungan hidup akan memengaruhi dan dipengaruhi oleh komponen lainnya. Air yang kualitasnya buruk akan mengakibatkan kondisi lingkungan hidup menjadi buruk, sehingga akan memengaruhi kondisi kesehatan dan keselamatan manusia serta makhluk hidup lainnya. Penurunan kualitas air akan menurunkan daya guna, hasil guna, produktivitas, daya dukung, dan daya tampung dari sumber daya air, yang pada akhirnya akan menurunkan kekayaan sumber daya alam. Air sebagai komponen sumber daya alam yang sangat penting harus dipergunakan sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat. Hal ini berarti penggunaan air untuk berbagai manfaat dan kepentingan harus dilakukan secara bijaksana dengan memperhitungkan kepentingan generasi masa kini dan masa depan. Untuk itu, air perlu dikelola agar tersedia dalam jumlah yang aman, baik kuantitas maupun kualitasnya, dan bermanfaat bagi kehidupan dan perikehidupan manusia serta makhluk hidup lainnya agar tetap berfungsi secara ekologis, guna menunjang pembangunan yang berkelanjutan. Di satu pihak, usaha dan atau kegiatan usaha manusia memerlukan air yang berdaya guna, tetapi di lain pihak berpotensi menimbulkan dampak negatif, antara lain berupa pencemaran yang dapat mengancam ketersediaan air, daya guna, daya dukung, daya tampung dan produktivitasnya. Agar air dapat bermanfaaat secara lestari dan pembangunan berkelanjutan, dalam pelaksanaan pembangunan perlu dilakukan pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air. Dampak negatif pencemaran air mempunyai nilai (biaya) ekonomis, di samping nilai ekologis dan sosial budaya. Upaya pemulihan kondisi air cemar, bagaimanapun akan memerlukan biaya yang mungkin lebih besar bila dibandingkan dengan nilai kemanfaatan finansial dari kegiatan yang menyebabkan pencemarannya. Demikian pula bila kondisi air yang cemar dibiarkan (tanpa upaya pemulihan) juga mengandung ongkos, mengingat air yang cemar akan menimbulkan biaya untuk menanggulangi akibat dan atau dampak negatif yang ditimbulkan oleh air yang cemar. Berdasarkan definisinya, pencemaran air yang diindikasikan dengan turunnya kualitas air sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan air tidak dapat berfungsi sesuai dengan peruntukannya. Yang dimaksud dengan tingkat tertentu tersebut di atas adalah baku mutu air yang ditetapkan dan berfungsi sebagai tolok ukur untuk menentukan telah terjadinya pencemaran air, juga merupakan arahan tentang tingkat kualitas air yang akan dicapai atau dipertahankan oleh setiap program kerja pengendalian pencemaran air. Penetapan baku mutu air selain didasarkan pada peruntukan, juga didasarkan pada kondisi nyata kualitas air yang mungkin berbeda antara satu daerah dengan dengan daerah lainnya. Oleh karena itu, penetapan baku mutu air dengan pendekatan golongan peruntukan perlu disesuaikan dengan menerapkan pendekatan klasifikasi kualitas air (kelas air). Penetapan baku mutu air yang didasarkan pada peruntukan semata akan menghadapi kesulitan, serta tidak realistis dan sulit dicapai pada air yang kondisi nyata kualitasnya tidak layak untuk semua golongan peruntukan. Dengan ditetapkannya baku mutu air pada sumber air dan memperhatikan kondisi airnya, akan dapat dihitung berapa beban zat pencemar yang dapat ditenggang adanya oleh air penerima, sehingga air dapat tetap berfungsi sesuai dengan peruntukannya. Beban pencemaran ini merupakan daya tampung beban pencemaran bagi air penerima yang telah ditetapkan peruntukannya. Perda No. 3/2004 memberikan kewenangan kepada gubernur untuk menetapkan daya tampung beban pencemaran air pada sumber air, yang akan ditinjau secara berkala sekurang-kurangnya lima tahun sekali. Daya tampung beban pencemaran air dipergunakan untuk pemberian izin lokasi, pengelolaan air dan sumber air, penetapan rencana tata ruang, pemberian izin pembuangan limbah cair, penetapan mutu air sasaran dan pengendalian pencemaran air. Ketentuan yang perlu mendapat perhatian dengan Perda No. 3/2004 adalah berkaitan dengan pembuangan limbah ke sumber air, karena pada prinsipnya setiap orang atau badan dilarang membuang limbah padat dan atau gas ke dalam air dan atau sumber air. Kegiatan pembuangan limbah ke sumber air harus memperhatikan persyaratan - persyaratan sebagai berikut : a. Mempunyai izin pembuangan air limbah; b. Memiliki instalasi pengolahan air limbah (IPAL); c. Memiliki operator dan penanggung jawab IPAL yang bersertifikat; d. Memenuhi persyaratan mutu dan kuantitas air limbah yang boleh dibuang ke media lingkungan; e. Memenuhi persyaratan cara pembuangan air limbah; f. Mengadakan sarana dan prosedur penanggulangan keadaan darurat; g. Melakukan pemantauan mutu dan debit air limbah; h. Melaksanakan analisis mengenai dampak lingkungan; i. Melakukan swapantau dan melaporkan hasilnya; j. Memberikan informasi yang benar dan akurat mengenai pelaksanaan pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air. Khusus untuk limbah yang mengandung radioaktif, selain harus memenuhi persyaratan sebagaimana disebutkan di atas, juga harus mendapatkan rekomendasi tertulis dari lembaga pemerintah yang bertanggung jawab di bidang tenaga atom. Pelangggaran atas ketentuan tersebut, sebagaimana diatur dalam Pasal 24, diancam pidana kurungan paling lama tiga bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp 5.000.000,00. Tindak pidana selain pelanggaran atas pemenuhan persyaratan pembuangan limbah ke sumber air, yang mengakibatkan pencemaran air dan atau perusakan lingkungan hidup, dikenakan pidana sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. (Sumber : Biro Hukum Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat) Oleh KARTONO SARKIMPenulis, wartawan Pikiran Rakyat Post Date : 18 Mei 2006 |