|
Bandung, Kompas - Pemerintah Kota dan Pemerintah Kabupaten Bandung serta Pemerintah Kota Cimahi sebagai pengelola Tempat Pembuangan Akhir Sampah Leuwigajah harus bertanggung jawab atas bencana yang menimpa tempat itu. Berdasarkan pemeriksaan tim investigasi dari Badan Pengawas Lingkungan Hidup Daerah Jawa Barat, pengelolaan TPA tersebut tidak dilakukan dengan benar. Hal itu diungkapkan Kepala Badan Pengawas Lingkungan Hidup Daerah Jawa Barat Ade Suhanda di Bandung, Rabu (23/2). Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah Leuwigajah rencananya menggunakan sistem sanitary landfill, yang menimbun sampah dengan tanah setiap beberapa waktu sekali. Namun, pengelolaannya menjadi terbengkalai dan akhirnya menggunakan sistem open dumping atau timbunan sampah dibiarkan menumpuk begitu saja. Pembusukan sampah menyebabkan gas metan menjadi terkumpul, yang akhirnya meledak dan mengakibatkan longsor. Sebenarnya, ujar Ade, di TPA Leuwigajah sudah disediakan pipa untuk menyalurkan gas metan, tetapi fasilitas tersebut banyak yang dicuri. Ade mengatakan, TPA tersebut masih bisa digunakan, tetapi harus melalui kajian dan penelitian secara sungguh- sungguh. Dalam kesempatan itu, dia juga mengungkapkan, Pemerintah Provinsi Jawa Barat telah menandatangani letter of intent dengan dua investor pengelola sampah dari Malaysia. Investor tersebut terdiri dari dua perusahaan, yaitu Umpan Group of Companies dan Satang Enviromental, yang akan menjadi pengelola TPA baru dalam program Great Bandung Waste Management. Menjamin keamanan Penandatanganan dilakukan oleh Wakil Gubernur Jawa Barat Numan Abdul Hakim dan Direktur Eksekutif Umpan Group of Companies Datuk Mohd Noordin bin Mohd Kassim. Ade mengatakan, Pemerintah Provinsi Jawa Barat telah menjamin keamanan dan pengembalian modal kepada investor tersebut. Langkah selanjutnya adalah pembentukan petunjuk pelaksanaan dan penandatanganan nota kesepakatan yang dilakukan paling lambat bulan depan. Adapun studi kelayakan untuk program pembuatan TPA baru tersebut ditargetkan selesai dalam enam bulan ini. Menurut Ade, hal yang memudahkan para investor adalah kondisi Jawa Barat yang tidak jauh berbeda dengan daerah asal investor, yaitu Penang. Limbah yang terdapat di kedua daerah itu, misalnya, sebagian besar terdiri dari sampah organik. Sampah di seluruh kota akan diangkut dua kali dalam sehari sehingga tidak sempat membusuk dan mencemari lingkungan. Berdasarkan pertemuan Rabu kemarin, terdapat dua tempat yang menjadi pilihan untuk TPA yang baru, yaitu Desa Cirawamekar, Kecamatan Cipatat, Kabupaten Bandung; dan Desa Cijeruk, Kecamatan Pamulihan, Kabupaten Sumedang. Masing-masing tempat tersebut memiliki luas sekitar 100 hektar. Pengelolaan TPA baru tersebut menggunakan teknologi gabungan, seperti sanitary landfill, pembakar sampah, serta alat pemadat dan pembungkus sampah. Selain itu, sampah daur ulang akan diolah menjadi pupuk kompos, bubur kertas, atau biogas. "Investor juga tidak akan memonopoli sebab pihak swasta lokal akan diajak bergabung dalam pengelolaan TPA itu," kata Ade. Untuk menghindari retribusi sampah yang terlalu mahal karena biaya pengolahan sampah yang meningkat, Pemerintah Provinsi Jawa Barat akan memberikan subsidi. Gubernur Jawa Barat Danny Setiawan menyatakan siap menghadapi gugatan hukum dari warga sekitar TPA Leuwigajah yang terkena bencana longsor. "Saya kira sah-sah saja, mereka punya hak untuk menyampaikan pendapat," katanya. Dia yakin, Pemerintah Kota dan Kabupaten Bandung serta Pemerintah Kota Cimahi pasti memiliki penjelasan tentang longsor di TPA Leuwigajah. Danny Setiawan mengaku belum memutuskan tempat pengganti sementara TPA itu. Dia sudah meminta Pemerintah Kabupaten Bandung untuk proaktif mencari tempat pengganti tersebut. (bay) Post Date : 24 Februari 2005 |