Pengelola PAM Diminta Terapkan Efisiensi

Sumber:Kompas - 29 Juli 2009
Kategori:Air Minum

JAKARTA, KOMPAS.com — Para pengelola perusahaan air minum (PAM) diminta melakukan efisiensi dalam proses produksi dan distribusi untuk mengurangi biaya dan meningkatkan pemasukan. Efisiensi yang dilakukan secara terus-menerus dapat berdampak pada penurunan tarif bagi pelanggan.

"Efisiensi dapat dimulai dari instalasi produksi masing-masing, baik efisiensi penggunaan energi sampai pengurangan tingkat kehilangan air. Semakin efisien pola produksi, biaya pengolahan air akan turun dan tarif dapat diturunkan juga," kata Rahmat Karnadi, Ketua Badan Pendukung Pengembangan Sistem Pelayanan Air Minum (BPPSPAM), pada Lokakarya Persatuan PAM Seluruh Indonesia (Perpamsi), Rabu (29/7) di Jakarta Utara.

Efisiensi awal sebaiknya dimulai dari sumber air baku yang akan diolah menjadi air bersih. Air baku yang terlalu keruh mengharuskan pengelola PAM menambahkan banyak bahan kimia untuk menjernih kannya. Dampaknya, biaya produksi air meningkat.

Dalam konteks Jakarta, Direktur Utama PT PAM Jaya Hariadi Priyohutomo mengatakan, air baku yang masuk instalasi pengolahan air sering keruh karena dialirkan melalui saluran terbuka. Air baku dari Waduk Jatiluhur bertabrakan dengan beberapa sungai kecil dan dicemari limbah pabrik di tepi saluran sehingga menjadi keruh. "DKI Jakarta membutuhkan saluran air tertutup dari Waduk Jatiluhur agar air baku yang masuk ke Jakarta tetap jernih. Air baku yang jernih lebih murah biaya pengolahannya," kata Hariadi.

Rahmat mengatakan, selain produksi, efisiensi dalam distribusi juga harus dilakukan. Tingkat kebocoran harus dikurangi dan air bersih harus dapat dijual sebanyak-banyaknya.

Secara nasional, kata Rahmat, kerugian akibat kehilangan air mencapai Rp 3,953 triliun per tahun. Perhitungan kerugian itu menggunakan asumsi tarif rata-rata Rp 2.000 per meter kubik, volume produksi 130.000 liter per detik, dan tingkat kebocoran 38 persen. Padahal, banyak PAM memiliki tingkat kebocoran di atas 45 persen dan tarif rata-rata di atas Rp 3.000 per meter kubik.

"Pada kasus Jakarta, jika tingkat kebocoran yang mencapai 48 persen dapat dikurangi sampai setengahnya, pemasukan PAM Jaya dapat meningkat. Peningkatan pemasukan dapat menutupi kebutuhan PAM Jaya dan membuat kenaikan tarif tidak perlu dilakukan," kata Rahmat.

Hariadi mengatakan, dalam forum ini para pengelola PAM seluruh Indonesia berbagi kiat menurunkan tingkat kehilangan air. Kiat penurunan kebocoran yang dinilai paling efektif adalah penerapan sistem distrik meter area atau distrik meter zone.

Sistem ini memungkinkan pengelola PAM untuk memonitor air yang masuk ke suatu kawasan dan air yang terjual. Jika air yang terjual lebih sedikit dari air yang masuk, pengelola PAM dapat mencari sumber kebocoran atau lokasi pencurian air.

Kedua mitra PAM Jaya, Palyja dan Aetra, sudah menerapkan sistem ini untuk menurunkan tingkat kebocoran. Namun, luasan distrik meter area yang belum sampai 50 persen membuat rata-rata tingkat kehilangan air di Jakarta masih 48 persen.ECA



Post Date : 29 Juli 2009