Penduduk Garut Gunakan Air Comberan

Sumber:Koran Tempo - 05 Oktober 2009
Kategori:Sanitasi

Garut - Ribuan penduduk di Kecamatan Cibatu, Kabupaten Garut, Jawa Barat, terpaksa menggunakan air kotor. Kemarau, yang telah berlangsung sejak lima bulan lalu, membuat sumur di sana kering. Akibatnya, penduduk kesulitan mendapatkan air bersih. "Sudah tiga bulan ini kami menggunakan air comberan," kata Ai Karningsih, penduduk Kampung Salam, Cibunar, Cibatu, kemarin.

Untuk kebutuhan mandi, cuci, dan kakus, sekitar 6.000 keluarga di sana menggunakan air selokan Cipacing. Adapun untuk keperluan memasak, penduduk masih menggunakan sisa air sumurnya setelah diendapkan selama sehari.

Serupa dengan penduduk di Desa Wanakerta, Sindangsuka, dan Mekarsari. Mereka menggunakan air Sungai Cimanuk yang keruh untuk memenuhi kebutuhannya. Akibatnya, kini sebagian penduduk terserang diare dan penyakit kulit, seperti gatal-gatal.

Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Garut Ahmad Bajuri menyesalkan lambannnya respons pemerintah dalam mengatasi masalah kekeringan. Padahal kawasan Garut Utara, termasuk Cibatu, merupakan daerah yang selalu dilanda kekeringan setiap kali musim kemarau tiba. Lahan pertanian masyarakat juga hanya dapat diproduksi sekali dalam setahun. "Saya sudah meminta (pemerintah Garut) agar membuat sumur artesis, tapi belum juga direalisasi," katanya kemarin.

Namun, hal itu dibantah Bupati Garut Aceng H M. Fikri. Dia tak mengakui adanya penduduk Garut yang mengkonsumsi air comberan untuk kebutuhan sehari-hari.

Aceng berkukuh telah menyuplai air bersih kepada penduduk di sana dengan mengirim dua tangki air setiap hari. "Belum ada laporan seperti itu, semuanya sudah ditangani, coba nanti akan saya cek ke sana," katanya. Akibat musim kemarau ini, tiga kecamatan dilanda kekeringan, di antaranya Cibatu, Kersamanah, dan Malangbong.

Kemarau juga memaksa sebagian penduduk di Kecamatan Kapetakan, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, memakan nasi aking. Itu lantaran harga nasi aking lebih murah dibanding beras.

Dasuki, warga Desa Pegagan Kidul, Kecamatan Kapetakan, Kabupaten Cirebon, mengaku tak sanggup membeli beras karena penghasilannya sebagai tukang becak tak cukup. Saat musim hujan tiba, dia dan istrinya bekerja sebagai buruh tani. Namun, selama musim kering, Dasuki beralih menjadi tukang becak.

Salah satu tokoh di Desa Pegagan Kidul, Kecamatan Kapetakan, Casila, mengatakan sebagian besar penduduk di sana terpaksa mengkonsumsi nasi aking. Musim kemarau telah membuat ribuan penduduk kehilangan pekerjaan. Saat musim hujan, mereka bekerja sebagai buruh tani. SIGIT ZULMUNIR | IVANSYAH



Post Date : 05 Oktober 2009