|
JAKARTA -- Kualitas air di beberapa sungai saat ini sudah ada yang berada diambang baku mutu. Sebanyak 50 persen kegiatan usaha di Jakarta Pusat belum dilengkapi instalasi pengolah air limbah (IPAL), dan masih menggunakan septictank untuk penampungan buangan limbah industrinya. Pembuangan limbah dari septictank ke sungai mengakibatkan tingkat pencemaran sungai di kawasan Jakarta Pusat semakin parah. Demikian dinyatakan Kepala BPLHD Jakarta Pusat, Dewi Anggraini, kepada Republika, pekan lalu. Dewi menyatakan di Jakarta Pusat terdapat sekitar 396 kegiatan usaha cukup besar, seperti hotel, perkantoran, rumah sakit, dan kegiatan usaha lainnya. Selain itu juga terdapat 600 rumah industri dari berbagai jenis aktivitas. Dari angka tersebut, kata Dewi, sebanyak 200 sudah didata dan hasilnya 50 persen belum dilengkapi IPAL.Sebagian besar yang belum memiliki IPAL adalah bangunan tua yang sedari dulu memang menggunakan septictank sebagai saluran pembuangan. Dewi menambahkan, termasuk di dalamnya gedung perkantoran, dan juga hotel-hotel tua. Meski ketentuan penggunaan IPAL untuk mengolah limbah sudah ada sejak tahun 80-an, namun sebagian besar belum menggunakannya. Menurut Dewi, masih banyaknya bangunan yang belum memasang IPAL karena pengawasannya masih kurang ketat. BPLHD Jakarta Pusat pun, kata Dewi, baru berhasil mendata 200 kegiatan usaha dari 296 yang ada di wilayahnya. Data tersebut diambil dengan melihat ketentuan dan prasyarat lingkungan yang dimiliki masing-masing kegiatan usaha. Menurut Dewi, akibat pembuangan limbah yang sembarangan ini, kualitas air sungai di wilayahnya sudah sangat memprihatinkan, dan berada di ambang baku mutu. Pencemaran ini, kata Dewi, sebagian besar berasal dari limbah domestik, limbah usaha, dan bangunan perkantoran di sekitar Jakarta Pusat. Pada beberapa sungai, kata Dewi, tingkat pencemarannya sudah berada di ambang baku mutu. Sungai Sentiong, misalnya, kadar BOD (Biological Oxygen Demand) sudah mencapai 27 mgl hingga 62,20 mgl. Padahal seharusnya kadar BOD berada di bawah 20 mgl. Bahkan dalam aliran Sungai Sentiong juga terdapat kandungan air raksa mencapai 0,001 mgl. Sementara seharusnya kandungan air raksa tidak boleh mencapai 0,0005 mgl. Air raksa yang merupakan logam berat, kata Dewi, memiliki dampak yang sangat membahayakan bagi kehidupan sungai. Selain itu juga, ia mengkhawatirkan kandungan logam tersebut terserap ke dalam air tanah. Meski jika diukur secara kuantitas, kandungan air raksa masih terbilang rendah, namun Dewi menyatakan pihaknya tetap akan terus melakukan pemantauan. Tak Layak Konsumsi Dewi juga menjelaskan, sebagian besar kandungan air tanah dangkal di Jakarta Pusat sudah tidak layak konsumsi akibat kandungan bakteri e-coli. Ia menyebutkan hanya sebagian kecil wilayah yang air tanahnya masih cukup aman untuk dikonsumsi, seperti di kawasan Menteng, dan Cempaka Putih. Namun untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan, katanya, pihaknya juga akan segera melakukan uji laboratorium terhadap kondisi air di wilayah tersebut. Menurut Dewi, buruknya kualitas air tanah di Jakarta Pusat, akibat tingginya pencemaran oleh bakteri e-coli dari septictank. Pertambahan penduduk dan padatnya pemukiman membuat jumlah septictank sebagai penampung kotoran juga semakin banyak. Padahal, kata Dewi, kemampuan septictank untuk mengelola limbah hanya sebesar 60 persen. Angka ini jauh berbeda dengan efektifitas IPAL yang bisa mengelola limbah hingga mencapai 90 persen. Akibat rendahnya kemampuan mengolah limbah, kemungkinan tercemarnya air tanah dangkal oleh bakteri e-coli juga cukup besar. Selain efektifitas yang rendah, septictank juga hanya menampung limbah dari toilet. Sehingga limbah rumah tangga atau industri dan perkantoran lainnya langsung terbuang ke sungai tanpa diolah terlebih dahulu. Sementara IPAL bisa melakukan pengolahan berbagai jenis limbah, toilet maupun limbah lainnya. Dewi menambahkan, sampai saat ini untuk air tanah dalam di atas 40 meter masih bisa dikategorikan aman dari pencemaran. Namun jika tidak segera diantisipasi, katanya, tidak tertutup kemungkinan air tanah dalam ini pun akan segera tercemar bakteri e-coli. Karena itu, Dewi menghimbau agar para pemilik industri untuk segera membuat IPAL dan tidak membuang limbah sembarangan ke dalam tanah maupun sungai. Laporan : c02 Post Date : 18 Oktober 2004 |