Pencari Air bagi Warga Pegunungan

Sumber:Kompas - 30 Juli 2011
Kategori:Air Minum

Kalau ada orang yang bekerja mencari dan menemukan sumber air untuk memenuhi kebutuhan warga di desa-desa yang selama ini kesulitan air, Budi Haryanto salah satunya. Selama 14 tahun terakhir dia naik turun gunung dan bukit mencari sumber air bagi warga di beberapa desa di Kabupaten Magelang, Boyolali, dan Temanggung, Jawa Tengah.

Awalnya orang hanya melihat sebelah mata pekerjaan yang ditekuni Budi. Namun, belakangan dia malah dicari warga di sejumlah desa yang membutuhkan air. Dia dijuluki sebagai ”spesialis pencari air”. Bahkan, ada yang menyebutnya danyang air.

Bagi warga sejumlah dusun dan desa di kaki Gunung Merapi, Kabupaten Magelang dan Boyolali yang selama ini sulit mendapatkan air, Budi adalah ”penolong” mereka. Kegigihan Budi mencari mata air (sumber air) di sekitar desa-desa yang kesulitan air itu membuat beberapa daerah kini bisa mendapatkan air bersih.

Berkat Budi, ribuan jiwa menikmati air bersih tanpa harus bersusah payah jalan kaki naik-turun bukit mengambil air atau membeli air tangki. Bahkan, di beberapa dusun, warga hanya menyambungkan pipa atau selang dari bak penampungan, maka air bersih mengalir ke rumah mereka.

Seperti yang dirasakan sejumlah warga di Kabupaten Magelang, yakni di Dusun Sumberejo, Desa Kaliurang, Kecamatan Srumbung, dan Desa Ngargomulyo, Kecamatan Dukun. Mulai awal Juli lalu, lebih dari 2.000 jiwa di daerah itu menikmati air bersih yang ditemukan Budi. Adapun pembangunan instalasi dan bak penampungannya dibantu Yayasan Dana Kemanusiaan Kompas.

Di Dusun Sumberejo, Budi menemukan sumber air yang ternyata hanya berjarak sekitar 4 kilometer dari dusun itu. Air lalu dialirkan ke bak penampungan utama, kemudian disambungkan ke 10 bak pembagi di empat rukun tetangga (RT). Air bersih pun dinikmati 107 keluarga.

Di Dusun Sumberejo itu Budi juga melakukan pencarian sumber air di sekitar Gunung Merapi. Sedangkan di Desa Ngargomulyo, air hasil temuannya dinikmati oleh lebih dari 1.000 warga.

Pasca-erupsi dan banjir lahar dingin Gunung Merapi, tak hanya sumber air yang terganggu, sungai pun banyak yang kering. Kalaupun ada, air yang mengalir keruh karena abu Merapi mengotori air sungai.

Melihat warga sekitar Merapi kesulitan air, Budi tergerak mencari sumber air di sekitar Gunung Merapi hingga berhasil menemukannya.

Otodidak

Semua itu berawal saat Budi menjadi pemandu pendaki gunung secara amatir. Dari naik turun gunung, dia belajar dan mengenal kontur tanah pegunungan. Bahkan, dia seakan memiliki kepekaan dalam menemukan sumber air.

Sekitar tahun 1998, Budi ”banting setir” dari pemandu pendaki gunung menjadi pencari air bersih. Dia bertekad membantu warga yang bermukim di sekitar Gunung Merapi untuk mendapatkan air bersih. Semuanya dia lakukan secara otodidak.

Sekitar tiga tahun Budi berkelana dari satu desa ke desa lain mencari sumber air dengan upah ala kadarnya. Bahkan, sering kali dia dibayar dengan hasil pertanian warga setempat.

Untuk proyek dari pemerintah, dia dibayar sekitar Rp 35 juta. Untuk proyek pencarian sumber air yang didanai swadaya masyarakat, Budi tak mematok tarif, tetapi dengan musyawarah.

Namun, realitanya saat dia menyelesaikan pekerjaan, upah yang dijanjikan sering tak dibayar tuntas. ”Dikibulin orang, saya sudah biasa. Misalnya, di satu proyek masih tersisa Rp 10 juta enggak dibayar. Anak saya sampai tertunda kuliah,” ujarnya.

Budi hanya menggunakan teknik kerja manual untuk menemukan air. Selain meneliti lapisan kontur tanah, dia juga mendeteksi kemampuan sumber air atau berapa debit air yang bisa dihasilkan.

Setelah melakukan pemetaan dan survei lokasi, Budi lalu mencari titik air yang merupakan sumber air. Kemudian, dia akan memastikan benar-benar menemukan sumber air. Budi dan timnya melakukan pengeboran secara mendatar dan manual di lokasi tersebut.

Biasanya setelah melakukan pengeboran, air akan mengucur dengan deras. Budi kemudian membangun instalasi yang kokoh agar sumber air yang ditemukan tetap aman dari longsoran tanah.

Tinggal di gunung

Untuk menemukan sumber air, Budi rela tinggal berminggu-minggu di lereng gunung. Bahkan, dia sering kali melakukan ritual doa bersama warga di lokasi pencarian sumber air. ”Saya sudah terbiasa tidur di gunung,” ujarnya.

Dalam mencari sumber air, Budi bisa dikatakan pantang menyerah. Pada wilayah tertentu, dia harus menggali terowongan di bawah tanah hingga kedalaman 50 meter untuk mendapatkan air bersih. Kondisi ini, antara lain, dialaminya saat mencari sumber air di beberapa desa di wilayah Kecamatan Cepogo dan Selo, Kabupaten Boyolali.

Kemampuannya menemukan sumber air membuat Budi digandeng Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Penanggulangan Kemiskinan (Bapermaskin). Selama periode 2005-2009 dia dipercaya untuk menemukan sumber-sumber air bagi warga Boyolali yang kesulitan mendapatkan air bersih.

Selain di Boyolali, Budi juga tetap menangani permintaan pencarian sumber air di beberapa desa di wilayah Magelang, Temanggung, dan Wonosobo.

Pasca-erupsi Gunung Merapi, Budi terpanggil untuk menangani masalah air di kampung halamannya di Magelang. Tanpa ada yang mendanai, dia turun langsung menangani sumber-sumber air yang hancur karena diterjang lahar dingin. Ia juga aktif memberikan penyuluhan kepada warga mengenai kondisi Gunung Merapi.

”Selama lebih dari 14 tahun saya mencari air, tidak ada tetangga yang mengetahui kemampuan saya. Bahkan, sempat tersebar isu bahwa saya menjadi buronan karena jarang pulang kampung. Hanya beberapa warga yang sudah membuktikan hasil kerja saya,” ujarnya.

Budi bersyukur karena apa yang dilakukannya bisa membuka mata sejumlah warga. Di Dusun Sumberejo, misalnya, saat syukuran atas pengadaan air bersih, warga mendaulat Budi untuk memberikan wejangan tentang bagaimana mengelola dan menjaga sumber air.

Meski telah berhasil menemukan sumber-sumber air bersih yang memenuhi kebutuhan ribuan jiwa, Budi bertekad akan terus mencari sumber air. Sayangnya, hingga kini belum ada orang yang bisa mengikuti jejaknya.

”Ke depan, saya berharap ada rekan atau instansi yang mau meneruskan upaya ini, bukan sekadar (demi mendapatkan) upah atau tanda jasa, melainkan benar-benar terpanggil untuk berbuat yang lebih bermanfaat bagi manusia,” ungkap Budi yang ingin berbagi ilmu dengan siapa saja. Sonya Hellen Sinombor



Post Date : 30 Juli 2011