|
[JAKARTA] Pemprov DKI Jakarta terkendala masalah dana dalam penanggulangan masalah banjir. Rencana mendapatkan dana pinjaman Bank Dunia Rp 1,2 triliun tampaknya akan terganjal. Sementara untuk anggaran 2009 dari APBD DKI sampai sekarang belum mendapat persetujuan dari DPRD. Direktur Pendanaan Multilateral Bappenas, Dewo Broto Joko Putranto, mengatakan, permintaan Pemprov DKI untuk mendapatkan fasilitas pinjaman dana penanggulangan banjir dari Bank Dunia sulit dipenuhi karena memang aturan yang tidak memungkinkan. "Pinjaman yang diteruskan ke pemerintah daerah haruslah pinjaman yang menghasilkan untuk pembayaran kembali. Banjir ini kan tidak menghasilkan. Kalau umpamanya tetap dipinjamkan, ini akan melanggar peraturan," tutur Dewo Broto kepada SP, Selasa (11/11). Sebelumnya Pemprov DKI Jakarta telah mengajukan surat permohonan kepada pemerintah agar bisa mendapatkan fasilitas peminjaman dana penanggulangan banjir dari Bank Dunia. Pemprov DKI Jakarta berencana mengeruk 13 sungai dan lima waduk untuk mengantisipasi ancaman banjir yang diperkirakan Desember 2008 hingga Februari 2009. Kebutuhan dana proyek yang mencapai Rp 1,2 triliun itu, dari pinjaman Bank Dunia. Saat ini, Bappenas dan pemerintah tengah mencari solusi terbaik untuk mengatasi masalah banjir Jakarta. Sebab, kata Dewo, masalah banjir bukan hanya kewenangan atau tanggung jawab Pemprov DKI. Di situ terdapat porsi kewenangan pemerintah pusat, dalam hal ini Departemen Pekerjaan Umum (PU). Dengan demikian, nilai Rp 1,2 triliun tidak akan ditanggung semua oleh Pemprov DKI, melainkan dibagi dengan Departemen PU. Porsi Departemen PU lebih besar, sedangkan Pemprov DKI bisa mengambil secara bertahap dari APBD. APBD Sekretaris Daerah DKI Jakarta, Muhayat, Selasa (11/11) mengatakan, total kebutuhan biaya penanggulangan banjir secara komprehensif di wilayah Jakarta dan sekitarnya mencapai Rp 22 triliun. Alokasi dana itu berasal pemerintah pusat dan Pemprov DKI. Sangat tidak mungkin hanya mengharapkan dana penanggulangan banjir dari APBD DKI untuk mengatasi banjir karena anggaran sangat terbatas. "Apa mungkin semua anggaran diprioritaskan untuk banjir. Bagaimana dengan biaya anggaran untuk pendidikan dan kesehatan bila semuanya untuk penanggulangan banjir," katanya. Dia menambahkan bahwa APBD DKI 2009 sebesar Rp 22 triliun. Pemprov DKI Jakarta mengusulkan Rp 732 miliar untuk anggaran penanggulangan banjir tahun anggaran 2009. Jumlah itu terdiri dari ganti rugi Kanal Banjir Timur (Rp 650 miliar), pembuatan tanggul rob (Rp 33 miliar), waduk Halim dan situ Babakan (Rp 9 miliar) serta pengerukan drainase kota (Rp 40 miliar). Sementara itu, anggaran yang dibutuhkan Pemprov DKI Jakarta untuk tahun anggaran 2008 mencapai sekitar Rp 813 miliar. Tidak Sinkron Anggota DPRD DKI Jakarta menilai Pemprov kurang profesional menentukan skala prioritas pembangunan guna penanganan banjir. "Perencanaaan dan pelaksanaan pembangunan di Jakarta tidak profesional dan cenderung tidak sinkron dengan kebutuhan," kata Anggota Komisi D (Bidang Pembangunan) DPRD DKI Jakarta, Denny Talloga, Senin (10/11). Denny mencontohkan, rencana pembuatan waduk dan situ untuk menanggulangi banjir di Jakarta hingga kini masih terkatung-katung. Dari data lokasi waduk, situ, dan parkir air di DKI, Pemprov baru bisa membebaskan 115,05 ha dari rencana 295,98 ha. Soal penanggulangan banjir terutama terkait pembangunan waduk dan situ, Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo menyatakan, waduk yang pembangunannya terbengkalai akan segera dilanjutkan. "Selama ini, pembangunan situ dan waduk terbentur masalah dana. Namun saya optimistis pembangunan 28 waduk dan situ akan rampung. Mungkin, selesainya sama dengan Kanal Banjir Timur," jelas Fauzi Bowo, Senin (10/11). Denny juga mengkritisi, mal dan perumahan dibangun tidak sesuai dengan desain tata ruang DKI Jakarta sehingga membuat Jakarta seperti kota yang tidak terkelola. Belum lagi Ruang Terbuka Hijau (RTH) yang pada 2012 sudah harus mencapai 17 persen dari total luas DKI Jakarta. Kini luas RTH masih tujuh persen. Dia juga mengakui kebijakan gubernur masih terbentur dengan nuansa kepentingan. Mengenai ketegasan soal tata ruang, Muhayat mengatakan bahwa Pemprov DKI tegas menertibkan bangunan yang dianggap melanggar rencana umum tata ruang Jakarta, bahkan bila alih fungsi lahan itu menyangkut proyek besar seperti perumahan elite atau mal. "Sudah banyak bangunan dibongkar Pemprov akibat menyalahi aturan," [HTS/D-10] Post Date : 11 November 2008 |