|
Jakarta, Kompas - Pemerintah Provinsi DKI Jakarta akan mengintegrasikan pengelolaan sampah. Selama ini pengelolaan sampah ditangani 19 satuan kerja perangkat dinas. Ke depan, pengelolaan sampah dilakukan terpusat oleh dinas kebersihan sehingga sampah dapat ditangani lebih baik. Selama ini pengelolaan sampah tumpang tindih, baik dari sisi pendanaan maupun penanganan. Selain pemborosan anggaran, tumpang tindih itu juga menyebabkan masalah kebersihan sering terabaikan. ”Intinya dinas kebersihan mengurus kebersihan, baik itu di darat maupun di kali. Karena itu, perlu melibatkan masyarakat di dalamnya,” tutur Wakil Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama, Selasa (25/12), di Jakarta. Penataan juga menyangkut pola kerja penanganan sampah. Selama ini sampah ditangani sesuai dengan volume. Akibatnya, kerap terjadi kontraktor tidak mengangkat sampah lagi karena volume sampah yang diangkut sudah terpenuhi sesuai kontrak kerja sama. Padahal, masih banyak sampah yang harus diangkut. ”Ke depan penanganan sampah dilakukan berbasis kinerja. Di titik mana ada sampah, di sana ada yang bertanggung jawab,” kata Basuki. Pemprov DKI membuka peluang pengelolaan sampah dilakukan swakelola dengan melibatkan masyarakat. Swakelola tersebut dapat diartikan melibatkan pemulung atau masyarakat setempat yang direkrut dinas kebersihan. Diharapkan tidak akan ada lagi pendanaan ganda mengenai sampah mulai dari hulu hingga hilir. Basuki yakin, penataan pengelolaan sampah dapat mengurangi penumpukan sampah di kali yang menyumbat aliran air. Perubahan perilaku Kepala Dinas Kebersihan DKI Jakarta Unu Nurdin mengatakan, payung hukum mengenai rencana ini sedang disusun biro hukum. ”Asal ada payung hukumnya, kami tinggal melaksanakan di lapangan,” ujarnya. Terkait dengan rencana swakelola, menurut dia, yang paling memungkinkan adalah melibatkan masyarakat setempat. Misalnya masyarakat di pinggir kali bertanggung jawab mengurusi kebersihan sampah di kali sekitar tempat tinggalnya. Di tingkat kelurahan, ada lembaga yang terdiri dari lurah, lembaga swadaya masyarakat, dan masyarakat yang selalu mengontrol masalah kebersihan. Menurut Unu, dalam pengelolaan sampah, hal yang terpenting adalah mengubah perilaku manusianya. ”Ini yang tidak mudah, perlu komitmen semua pihak termasuk pemerintah sendiri. Uang triliunan kalau tidak ada perubahan dari masyarakatnya akan percuma,” katanya. Tahun 2013, Dinas Kebersihan mengalokasikan anggaran Rp 800 miliar. Selama transisi sebelum integrasi terlaksana, menurut Unu, Dinas Kebersihan mendapat alokasi anggaran Rp 50 miliar untuk penanganan sampah di kali. Penuh sampah Warga Kelurahan Tugu, Kecamatan Cimanggis, Depok, Jawa Barat, mengaku resah dengan kondisi Situ Pedongkelan yang penuh sampah dan dangkal. Akibatnya, situ tidak mampu menampung air saat hujan deras sehingga meluap dan menggenangi permukiman di tiga RT. ”Situ meluap saat hujan deras dan menggenangi permukiman warga, Mungkin dangkal karena sudah lama tidak pernah meluap,” kata Syoufinal Darwis, Ketua RW 05, Kelurahan Tugu. Menurut Syoufinal, banjir menggenangi permukiman warga di RT 05, 06, dan 08. Meski banjir telah surut sejak Senin siang lalu, warga mengaku resah karena musim hujan masih berlangsung. ”Musim hujan kan masih lama, jadi kami khawatir kalau situ kembali meluap. Kami harapkan ada solusinya,” kata Syoufinal. Situ Pedongkelan terletak di perbatasan Depok dengan kawasan Pekayon, Pasar Rebo, Jakarta Timur. Kondisi sekitar situ sebenarnya relatif baik dengan turap dan jalan mengelilingi situ. Situ ini juga dimanfaatkan sebagai sarana wisata air. Selain situ yang dangkal, tambah Syoufinal, kondisi saluran pembuangannya juga sudah banyak yang dangkal dan menyempit akibat tumbuhnya perumahan di sekitar saluran. Kondisi turap saluran juga rawan jebol. ”Saat banjir Senin lalu, turap jebol sehingga air dari saluran langsung mengalir ke permukiman warga,” ujarnya. Selain normalisasi situ, warga berharap pemerintah juga memperbaiki saluran air agar tidak rawan jebol. (NDY/RAY) Post Date : 26 Desember 2012 |