Penanganan Banjir Terganjal Birokrasi Anggaran

Sumber:Suara Pembaruan - 12 Februari 2008
Kategori:Banjir di Luar Jakarta
Salah satu strategi Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta mengurangi dampak banjir dengan mengeruk beberapa kali tidak akan banyak menolong. Selain anggarannya yang tidak cukup, birokrasi penganggaran pun tidak mendukung, karena dana yang akan dipakai untuk tahun anggaran 2008 ini baru bisa cair pada April 2008.

Padahal, Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG) sudah memperkirakan curah hujan bakal tinggi pada Februari ini. Hal ini berarti, pengerukan idealnya dilakukan sebelum musim hujan turun, sehingga volume daya tampung kali lebih besar.

Anggota Panitia Anggaran DPRD DKI Jakarta HM Nakoem yang dikonfirmasi mengakui, birokrasi anggaran sebagai salah satu penyebab program-program darurat tidak bisa berjalan dengan cepat.

"Semestinya, program yang sifatnya contingency (darurat) harus disiapkan anggaran darurat dan ini mesti ada kesepakatan antara Pemprov dan DPRD," kata dia.

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) tahun 2007 yang dialokasikan untuk pengerukan beberapa kali mencapai Rp 240 miliar. Jumlah itu sudah habis dan untuk tahun ini dinilai sudah tidak memadai, karena besarnya proyek yang harus dikerjakan plus sejumlah perbaikan drainase.

Proses anggaran 2008 belum selesai, sehingga tidak mungkin langsung dicairkan untuk segera mengeruk kali, karena belum digelar tender untuk menentukan kontraktor mana yang akan mengerjakan proyek itu. "Tendernya saja minimal sebulan, jadi paling cepat baru bisa dimulai pada April mendatang," kata Nakoem.

Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo dalam beberapa kesempatan mengatakan, penanganan banjir tahun ini membutuhkan biaya Rp 1,2 triliun. Dana itu untuk normalisasi sungai, pengerukan situ, dan perbaikan drainase.

Dia berjanji mengupayakan secepatnya mencari anggaran tersebut, asalkan pemerintah pusat ikut membantu mempermudah akses pendanaan. Sebab, Pemprov DKI Jakarta memiliki keterbatasan APBD. Apalagi, banyak fasilitas dan infrastruktur mengalami kerusakan akibat banjir yang melanda selama tiga hari sejak di awal bulan ini.

"Saya optimistis bisa mencari dana sekitar Rp 400 miliar, sedangkan sisanya dapat diupayakan melalui soft loan (pinjaman lunak) yang diperoleh dari lembaga keuangan dunia," kata dia.

Menurut Fauzi, jika pinjaman lunak cair, maka dapat digunakan untuk mempercepat penanganan banjir dalam jangka pendek, seperti memaksimalkan fungsi pompa, polder, dan waduk. Selain mengandalkan pinjaman, APBD 2008 mengalokasikan dedicated program pengendalian banjir sebesar Rp 691 miliar, meliputi pembebasan tanah Kanal Banjir Timur Rp 400 miliar, normalisasi sungai Rp 215 miliar, serta waduk Rp 76 miliar.

Fokus penanganan banjir, papar Fauzi, pada pengerukan 13 sungai, di antaranya Kali Krukut yang menjadi ancaman wilayah Pulo Raya, Mampang, Kebalen, dan Pejompongan, Kali Pesanggrahan yang berpotensi menenggelamkan Cirendeu, Pondok Pinang, Komplek Departemen Luar Negeri, Cipulir, dan Sukabumi. Demikian juga, Kali Sunter mengancam Cipinang Melayu, Jatinegara, Pulo Nangka, Kampus ASMI/Jalan Perintis Kemerdekaan, Kelapa Gading, dan Jalan Yos Sudarso.

Pemprov juga bakal mengeruk Cengkareng Drain dan Cakung Drain yang dipenuhi lumpur. Pengerukan kali atau sungai yang membelah Jakarta ini untuk mengurangi sedimentasi lumpur dan sampah, sehingga air dapat mengalir lancar menuju laut.

Demikian juga dengan Kanal Banjir Barat yang akan dikeruk karena mengalami penyempitan. Selain pengerukan, normalisasi fungsi waduk juga harus dilakukan, misalnya, Waduk Pluit seluas 80 hektare (ha) hanya dapat difungsikan sekitar 70 ha karena banyaknya bangunan liar. Waduk ini diharapkan dapat memarkir air Kali Sunter, sehingga tidak meluap. Waduk itu diperkirakan baru dapat difungsikan pada 2010 nanti.

Terlepas dari semua skenario yang ditawarkan Pemprov DKI untuk mengatasi masalah banjir itu, kalau tidak didukung perencanaan anggaran yang sistematis, maka solusi hanya wacana yang tidak akan pernah terealisasi.

Pemprov harus menyelesaikan pekerjaan rumah yang menghadang yakni birokrasi anggaran yang menyebabkan pencairannya telat, sehingga selalu mengerjakan proyek setelah banjir usai. Selain itu, keterbatasan anggaran, sehingga masih sangat tergantung pada bantuan luar negeri melalui pemerintah pusat menunjukkan belum mandirinya pemerintah dalam mengatasi masalah internal.

Berbagai langkah bisa dilakukan seperti efisiensi anggaran pos belanja lainnya yang tidak terlalu penting agar bisa dialihkan ke pos yang ancaman dampak kerugiannya sangat besar. [B-15]



Post Date : 12 Februari 2008