|
Bogor, Kompas - Kebijakan penanganan banjir dari hulu di kawasan Puncak, Bogor, hingga hilir di Jakarta dan Tangerang bersifat parsial. Keadaan ini diperparah dengan kondisi infrastruktur kali, waduk, dan saluran air yang dibiarkan merana tanpa perawatan saat memasuki musim hujan. Kendati jumlah vila tidak berizin di kawasan wisata Puncak mencapai lebih dari 400 unit, Pemerintah Kabupaten Bogor baru berencana membongkar tiga vila. Pembongkarannya pun karena vila itu berdiri di atas tanah negara dan eksekusinya pada awal tahun 2013. ”Vila itu satu berada di Desa Sukagalih dan dua di Sukamanah (Megamendung). Semuanya berada di lahan hak guna usaha PT Gunung Mas,” kata Kepala Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten Bogor Dace Supriyadi di Cibinong, Senin (3/12). Pekan depan, surat teguran pertama baru akan dilayangkan, ujar Dace, sehingga pembongkaran tidak bisa dilakukan pada Desember ini. Berdasar data Unit Pelaksana Teknis Pengawasan Bangunan I Ciawi, Dinas Tata Bangunan dan Permukiman Kabupaten Bogor, di Puncak pada tahun 2010 terdapat 274 vila tidak berizin di lahan hak guna usaha (HGU), hutan lindung, dan taman nasional. Pada pendataan tahun 2011, jumlah vila tidak berizin di Puncak menjadi 401 unit. Sejak tahun 2010-2012, belum ada penindakan terhadap vila tidak berizin di Puncak. Dace mengaku pihaknya tidak bisa begitu saja membongkar vila tidak berizin di Puncak, kendati vila-vila itu kerap dituding menjadi salah satu penyebab banjir di hilir Sungai Ciliwung. Pihaknya hanya menindaklanjuti data yang dikirimkan oleh dinas teknis. Terseret banjir Seorang bocah tewas terseret arus saluran air di Jurangmangu Barat, Tangerang Selatan (Tangsel). Irfan (5) terseret arus banjir di Pondok Safari Indah, Jurangmangu Barat, Kecamatan Pondok Aren, Tangsel. Jasadnya ditemukan pada Senin (3/12) pukul 08.15, di kawasan Perumahan Nilakandi. Lokasi penemuan itu berjarak 3 kilometer dari tempat Irfan terseret arus deras tersebut. ”Saya ikut mencari semalam dengan menyusuri saluran air. Korban ke sini untuk bermain,” kata Bayu, warga Pondok Safari Indah. Jasad korban dibawa ke RSUD Kota Tangerang untuk diotopsi sebelum dibawa ke rumah duka. Bayu menyebut, hujan deras juga membuat perumahan mereka terendam air hingga sekitar 1 meter. ”Tetapi tidak lama, airnya terus surut,” ujarnya. Infrastruktur rusak Banjir di Jakarta ternyata tidak hanya disebabkan penyempitan alur pada sungai utama, tetapi juga karena rusaknya beberapa situ dan saluran makro. Kerusakan pada Situ Pedongkelan dan Situ Tipar, contohnya, diduga sebagai penyebab meluapnya beberapa saluran yang menyebabkan banjir pada sejumlah lokasi di Pasar Rebo, Jakarta Timur. Hingga Senin, sebanyak 260 keluarga di RW 03 Kalisari, Pasar Rebo, rumahnya terendam dengan ketinggian air 1 meter akibat luapan Kali Cijantung yang hulunya di Situ Pedongkelan. Sementara itu, dua RW di Kelurahan Cijantung, Pasar Rebo, tergenang luapan Kali Gongseng. Tidak kurang dari 170 keluarga di lingkungan itu rumahnya terendam banjir. Menurut Premi, daerah Pasar Rebo kini rawan terendam banjir luapan dari sejumlah saluran makro dan sungai, meski hanya dipicu oleh hujan lokal. Situ Pedongkelan yang seharusnya bisa menjadi pengendali banjir tidak berfungsi karena pintu airnya bolong. Sementara itu, Situ Tipar mengalami pendangkalan dan penuh eceng gondok. Padahal dari kedua situ itu mengalirkan air ke Kali Cipinang, Kali Cijantung, dan beberapa saluran lainnya. Penyempitan pada alur saluran dan sungai menyebabkan luapan seperti pada Kali Gongseng. Menurut Kepala Bidang Pemeliharaan Sumber Daya Air Dinas Pekerjaan Umum DKI Rifig Abdullah, saluran makro itu menyempit pada bagian gorong-gorongnya di bawah jalan, yakni lebarnya hanya 4 meter. Padahal bagian saluran yang terbuka lebarnya 8 meter. ”Saluran itu mudah meluap, terutama yang dekat PGC. Sampah yang masuk gorong-gorong jadi tersangkut dan menyumbat.” Kembali terendam Sejumlah perumahan di Kota Tangerang, Banten, Senin kemarin, kembali terendam. Padahal pekan lalu, warga baru selesai membersihkan rumah dari lumpur dan sampah akibat banjir. Banjir antara lain terjadi di Perumahan Puri Kartika, Ciledug Indah I, dan Kompleks Departemen Dalam Negeri. Banjir terparah di permukiman penduduk di Kampung Candulang, Kelurahan Petir, Kecamatan Cipondoh. Ratusan rumah di Kampung Candulan terendam banjir hingga 1,5 meter akibat luapan Kali Candulang, anak Sungai Angke, sejak Minggu malam hingga Senin dini hari. Kondisi ini diperparah oleh belum rampungnya pembangunan turap sungai sehingga tidak mampu membendung luapan air. ”Sepekan lalu, kami baru berberes rumah setelah banjir merendam rumah kami selama dua hari. Eh, tadi subuh, air masuk dan rumah kembali terendam,” kata Hasan Basri, salah seorang warga. Banjir juga menggenangi Jalan Raya Petir yang menghubungkan Kota Tangerang dan Jakarta Barat (menuju Kalideres atau Daan Mogot). Di Perumahan Ciledug Indah I, air setinggi 40-50 sentimeter merendam ratusan rumah di 9 RT. Luapan air ini diperparah jebolnya tanggul. Kepala Bidang Sumber Daya Air (SDA) Dinas Pekerjaan Umum Kota Tangerang Suparman Iskandar mengatakan, ada beberapa faktor penyebab banjir di perumahan di Kota Tangerang. Pertama, meningkatnya volume aliran air dari hulu (Bogor) ke hilir (Tangerang) melalui sungai. Kedua, daya tampung sungai sudah tidak cukup untuk menampung air limpahan hingga terjadinya luapan air ke perumahan. Ketiga, tidak tersedianya sumur resapan dan kolam resapan di perumahan. ”Termasuk tata letak dari perumahan yang lebih rendah dari daratan. Di mana sebelum perumahan itu dibangun, di lokasi itu sebelumnya adalah rawa- rawa tempat air ditampung,” kata Suparman. (GAL/PIN/RAY/MDN) Post Date : 04 Desember 2012 |