Jakarta, Kompas - Seruan penanaman 1 miliar pohon per tahun, seperti disampaikan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, dipertanyakan efektivitasnya. Penghentian penebangan pohon atau penghentian alih fungsi hutan lebih efektif mengurangi emisi dan menyelamatkan lingkungan.
”Lebih penting saat ini, hentikan penggundulan hutan serta konversi lahan,” kata Kepala Departemen Kampanye Eksekutif Nasional Walhi Teguh Surya di Jakarta, Senin (28/12).
Pengampanye Hutan Greenpeace Asia Tenggara-Indonesia, Yuyun Indradi, mengatakan, program penanaman pohon yang dilakukan selama ini tidak pernah diverifikasi dan dievaluasi di lapangan. Pemerintah selalu mengklaim berhasil menanam jutaan pohon, tetapi tidak jelas di mana lokasinya, jenis tanamannya, luasan, hingga proses secara keseluruhan.
”Kalau hanya menanam tanpa memelihara dan memerhatikan kelanjutan hidup pohon-pohon tersebut, buat apa. Itu hanya untuk politik pencitraan saja,” kata Yuyun. Ia menyarankan pemerintah bersikap tegas saja dengan melakukan moratorium penebangan hutan.
Politik kamuflase
Dalam konteks pembangunan kehutanan, menurut keduanya, seruan penanaman 1 miliar pohon merupakan politik kamuflase atas kebijakan sektor kehutanan yang eksploitatif. Di satu sisi, Indonesia ingin dicap sebagai negara ramah lingkungan, di sisi lain hutan alam terus dibuka untuk kepentingan industri dan perkebunan.
Data Eksekutif Nasional Walhi, berdasarkan rencana tata ruang daerah terkini, sekitar 17,91 juta hektar hutan sekunder dan primer akan dibuka untuk pembangunan di luar sektor kehutanan. Sebanyak 44 juta hektar kawasan hutan produksi disiapkan izin pemanfaatannya tahun 2010-2014.
Menurut Yuyun, bila pemerintah benar-benar ingin mencapai target penurunan emisi 26 persen (13,5 persennya dari kehutanan), idealnya pemerintah mengubah strategi dengan membatalkan konversi lahan.
Peneliti sekaligus pengajar kehutanan Institut Pertanian Bogor (IPB), Hariadi Kartodihardjo, berpendapat, sejarah penanaman pohon di Indonesia sejak puluhan tahun lalu adalah cerita kegagalan. ”Kalau tujuannya sekadar kampanye lingkungan okelah, tetapi kalau bicara keberhasilan penanaman, tidak ada ceritanya,” ujarnya.
Menurut dia, kalau berbagai jenis program penanaman pohon berhasil, semestinya tahun ini merupakan waktunya panen hasil penanaman pohon tahun 2003. Tahun itu, sebagian gerakan rehabilitasi hutan dan lahan (gerhan) fokus pada penanaman pohon berumur pendek, seperti sengon.
Faktanya, panen pohon itu tidak terjadi. ”Banyak kegagalan, tetapi terus diulang-ulang modelnya,” kata Hariadi. (GSA)
Post Date : 29 Desember 2009
|