|
BANDUNG -- Mulai pekan depan, sampah di seluruh Bandung dan daerah sekitarnya akan dikelola dan diproses secara regional di Leuwigajah dan Legok Nangka. Naskah kerja sama antara pemerintah provinsi serta bupati dan wali kota se Bandung Raya akan diteken pada pekan ini. "MOU pemrosesan antara bupati dan wali kota untuk membuat pemrosesan sampah regional akan segera diteken," kata Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan di Bandung, Sabtu lalu. Meski sampah akan dikelola secara regional, menurut Heryawan, pemerintah provinsi tetap mempersilakan kabupaten/kota meneruskan niat membuat pengolahan sampah sendiri, termasuk rencana Kota Bandung membangun pembangkit listrik tenaga sampah di Gedebage. Heryawan mengatakan sampah merupakan tanggung jawab kabupaten/kota. Namun, jika sejumlah daerah mempunyai masalah yang sama, pemerintah provinsi bisa ikut campur dalam program pengelolaan sampah regional. "Katakanlah di Legok Nangka nanti, Kota Cimahi, Sumedang, dan Kabupaten Bandung bisa memanfaatkannya, kemudian Kota Bandung kalau punya sendiri, silakan," katanya. Saat ini kabupaten /kota di Bandung Raya masih memanfaatkan lahar Perhutani di Blok Cigedig, Desa Sarimukti, Cipatat, Kabupaten Bandung untuk menampung sampah. "Sampai 2018 nanti," kata Kepala Dinas Permukiman dan Perumahan Yerry Yanuar. Kapasitas lokasi ini, menurut Yerry, akan akan penuh pada 2010 nanti. Mesi perjanjian pemakaian lahan itu berakhir pada 2018, saat kapasitas penuh, sampah yang menumpuk di sana akan terus diproses hingga menjadi kompos. Sejak itu, fasiltias pengolahan sampah regional di Legok Nangka, di daerah Nagreg, Kabupaten Bandung bisa langsung dipakai. Lokasi ini untuk menampung sampah di wilayah timur, dan Leuwigajah, eks TPA yang sempat longsor khusus untuk wilayah barat. "Kewajiban Perum Perhutani tinggal menghitung lost opportunity cost pemakaian lahan itu," ujarnya. Adapun kabupaten/kota wajib menghitung kompensasi yang harus dibayar ketika membuang sampah di sana. Menurut Heryawan, dengan pengelolaan bersama, pilihan teknologi yang digunakan bisa lebih ramah lingkungan. Karenanya, ia berencana akan "karbon" yang dihasilkannya lewat mekanisme perdagangan yang dikukuhkan lewat Protocol Kyoto. "Penjualan itu sebagai kompensasi penghijauan wilayah kritis di Jawa Barat. Masalahnya, kami masih mencari cara menjualnya," ujarnya. AHMAD FIKRI Post Date : 02 Februari 2009 |