|
BEKASI (MI): Pemerintah Kota Bekasi menilai DKI Jakarta tidak serius tangani pengolahan tempat pembuangan akhir (TPA) sampah Bantar Gebang. "Jakarta hanya melaksanakan 10% kewajiban yang tertuang dalam kesepakatan kedua pihak," kata Wakil Wali Kota Bekasi Mochtar Mohamad, kemarin. Akibat hal itu, lanjutnya, beberapa kewajiban seperti pelestarian alam, lingkungan, beban jalan (rigit) yang dilalui truk sampah, dan jaminan kesediaan air bersih di lokasi pembuangan sampah tidak terlaksana. "Bahkan, satu pekan lalu timbul kebakaran di lahan seluas 2 hektare di zona IV TPA Bantar Gebang. Api baru bisa dipadamkan setelah empat hari dengan menggunakan delapan mobil pemadam dan dua kendaraan truk pengeruk sampah," katanya. Tidak hanya itu, Pemprov DKI juga menunggak typing fee sampah hingga pertengahan tahun ini sebesar Rp8 miliar. Akibatnya, pemberian kompensasi untuk ribuan warga sekitar TPA terpaksa ditunda. Perjanjian dengan Pemprov DKI berakhir Juli 2009. Namun, lanjutnya, jika batas waktu yang disepakati habis dan tidak ada pertanggungjawaban konkret, sebaiknya Pemprov DKI menyerahkan pengolahan sampah kepada Pemkot Bekasi. "Dinas Kebersihan Jakarta yang saat ini mengolah sampah di TPA kurang maksimal. Gubernur DKI seharusnya bersikap tegas menyikapi hal ini," jelasnya. Gagal Realisasi Sementara itu, Komisi D DPRD DKI dalam rapat paripurna melaporkan kegagalan Dinas Kebersihan DKI mengerjakan berbagai proyek yang telah dianggarkan pada 2007 sebesar Rp44,46 miliar. Proyek yang gagal dilaksanakan itu di antaranya tempat pengelolaan sampah terpadu (TPST) Marunda Rp34 miliar, pengadaan konsultan hukum tempat pembuangan akhir TPA sampah Bantar Gebang senilai Rp90 juta, pengadaan konsultasi hukum evaluasi TPA Bantar Gebang Rp50 juta, pengendalian penanganan kebersihan darurat sampah di DKI Rp200 juta, dan pembebasan lahan di berbagai tempat untuk lokasi penampungan sampah. Wakil Gubernur DKI Prijanto mengaku kecewa dengan kinerja bawahannya itu karena dana yang sudah disiapkan menjadi mubazir. Padahal masih banyak program lain yang mendesak, tapi tidak dianggarkan, seperti penanggulangan banjir di permukiman penduduk. ''Saya tidak suka pejabat yang pintar menciptakan proyek, tapi gagal dalam pelaksanaan. Ke depan, jangan ada lagi pejabat mengusulkan proyek tanpa survei dulu, nanti hasilnya nihil,'' ujarnya. (GG/Ssr/J-3) Post Date : 20 Agustus 2008 |