Pemprov DKI Minta Mediasi Badan Regulasi

Sumber:Suara Pembaruan - 12 Mei 2006
Kategori:Air Minum
[JAKARTA] Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta akan meminta Menteri Dalam Negeri (Mendagri) menunjuk badan regulasi yang dapat menyelesaikan persoalan air curah dengan PDAM Tangerang.

"Kami meminta campur tangan Mendagri dalam hal mediasi agar ada alternatif penyelesaian persoalan antara PDAM Tangerang dengan PDAM Jaya. Untuk itu, perlu ditunjuk badan regulasi yang berwenang karena menyangkut sengketa antara dua daerah," kata Asisten Keuangan Sekda Provinsi DKI Jakarta, Nurfaqih, kepada Pembaruan, di Jakarta, Kamis (11/5).

Menurut dia, permintaan tersebut, sudah dikonsep dalam surat resmi Pemprov DKI, yang akan dikirimkan kepada Mendagri dalam waktu dekat. Hal itu, disebabkan Pemprov DKI merasa tidak bisa memperoleh kesepakatan dengan PDAM Tangerang terkait tarif air curah, meskipun sudah melakukan negosiasi sejak November 2005.

Nurfaqih mengungkapkan, permintaan campur tangan Mendagri dalam persoalan tersebut, juga didasarkan pada keinginan Pemprov DKI agar ada jaminan ketersediaan air dalam jangka panjang. "Kami ingin ada jaminan, supaya ketika ada persoalan atau sengketa, PDAM Tangerang tidak seenaknya menghentikan pasokan air," ujar Nurfaqih.

Dia mengatakan, Pemprov DKI mengerti keinginan PDAM Tangerang untuk menaikkan tarif air minum. Namun besarnya kenaikan tentu harus sesuai dengan perhitungan yang dapat dipertanggungjawabkan.

"Makanya, dengan menyerahkan persoalan ini ke badan regulasi, mungkin ada alternatif perhitungan tarif curah yang bisa diterima kedua pihak," kata Nurfaqih.

Dia menambahkan, Pemprov DKI menyesalkan tindakan PDAM Tangerang yang mengurangi bahkan mengancam akan menghentikan pasokan air ke DKI. Pasalnya, tindakan tersebut, berimbas pada konsumen yang tidak tahu-menahu dengan persoalan yang terjadi di antara PDAM Tangerang dan PDAM Jaya.

"Seharusnya, mereka tidak perlu melakukan tindakan yang merugikan konsumen. Jangan mengorbankan pelayanan kepada publik hanya untuk mencapai keinginan mereka. Itu arogan," ujar Nurfaqih.

Ketika ditanya badan regulasi apa yang dapat menyelesaikan persoalan sengketa tersebut, Nurfaqih mengatakan, menyerahkan keputusan pada Mendagri. Saat ini, ada Badan Arbritase Nasional Indonesia (BANI) yang didirikan untuk menyelesaikan sengketa atau beda pendapat yang terjadi di berbagai sektor, seperti ekonomi, perdagangan, konstruksi, lisensi, lingkungan hidup, dan hak kekayaan intelektual (HAKI).

BANI juga menyediakan jasa untuk menyelesaikan sengketa melalui arbritase atau alternatif lain, seperti negosiasi, mediasi, konsiliasi, dan pemberian pendapat yang mengikat sesuai dengan peraturan yang berlaku dan disepakati kedua pihak maupun peraturan prosedur dasar BANI.

Politisasi

Secara terpisah, Ketua LSM Masyarakat Air Minum Indonesia (MAMI), Poltak Situmorang menilai, ada nuansa politisasi dalam persoalan tarif air curah antara PDAM Tangerang dan PDAM Jaya.

Hal itu, lanjutnya, terlihat dari tindakan pengurangan pasokan air curah yang dilakukan PDAM Tangerang, begitu permintaannya tidak disetujui PDAM Jaya. Sebab, PDAM Tangerang merasa berhak menghentikan pasokan air karena menguasai Instalasi Pengolahan Air (IPA) di Serpong.

Apalagi, lanjutnya, alasan pengurangan pasokan air karena keterbatasan biaya produksi, juga tidak benar. "Biaya produksi PDAM Tangerang hanya Rp 430/m3, sementara air curah ke DKI dijual dengan tarif Rp 1.345/m3. Tanpa minta kenaikan pun, mereka sudah untung," kata Poltak.

Dia menilai, persoalan antara PDAM Tangerang dan PDAM Jaya bersumber pada tarif air di DKI yang dijual dengan harga rata-rata Rp 5.700/m3. PDAM Jaya dinilai mendapat untung berlipat karena tarif air curah yang dipasok PDAM Tangerang hanya diberi tarif Rp 1.345/m3.

Hal yang sama juga dilakukan Jatiluhur untuk tarif air baku. Awalnya, air baku dijual ke DKI dengan harga Rp 80/m3 sampai 2004. Tapi, begitu tahu DKI akan menaikkan tarif air minum secara otomatis setiap enam bulan mulai Januari 2005, Jatiluhur meminta tarif air baku dinaikkan menjadi Rp 120/m3 mulai 2005.

"Jadi persoalannya, mereka merasa kok ngambil air murah, tapi dijual mahal di DKI. Makanya, Pemprov DKI juga harus transparan kenapa sampai tarif air di DKI bisa dijual dengan harga mahal," ujar Poltak.

Terkait dengan itu, lanjutnya, memang perlu ada campur-tangan pemerintah pusat agar tidak timbul sengketa yang berkepanjangan antara PDAM Jaya dan PDAM Tangerang.

"Jangan sampai masing-masing merasa berhak karena alasan otonomi dan seenaknya mengambil tindakan yang merugikan pelayanan kepada publik," kata Poltak.

Ciburial

Sementara itu, Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kabupaten Bogor, tidak akan menghentikan pasokan air bersih ke DKI Jakarta, kecuali atas keinginan pihak DKI sendiri. Saat ini, dari sumber air Ciburial, Ciomas Bogor, PDAM Kabupaten Bogor memasok bahan baku air bersih ke Jakarta dengan debit sebesar 30 liter/detik dari kapasitas total 470 liter/detik.

"Meskipun Kabupaten Bogor sendiri saat ini membutuhkan tambahan pasokan, kami masih tetap memasok air bersih selama DKI Jakarta masih membutuhkannya," kata Direktur Utama PDAM Kabupaten Bogor, Ina Agoestina kepada Pembaruan, Jumat (12/5). [L-11/J-9]

Post Date : 12 Mei 2006