|
[BEKASI] Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta harus serius mengelola sampah yang dibuang ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah Bantar Gebang, Kota Bekasi, Jawa Barat. Warga di sekitar lokasi TPA mengeluh kondisi lingkungan yang semakin hari mengkhawatirkan. ''Pengelolaan sampah dengan metode sanitary landfill yang diterapkan selama ini tidak dilakukan sebagaimana mestinya. Akibatnya, kondisi lingkungan TPA sangat bau. Air tanah yang dikonsumsi warga di sana sudah terkontaminasi,'' ujar anggota DPRD Kota Bekasi dari Fraksi Keadilan Sejahtera (FPKS), Wahyu Prihantono, kepada SP, Senin (13/10). Menurut Wahyu, bila pengelolaan TPA masih asal-asalan dan Pemprov DKI tidak memiliki iktikad baik memperbaiki kondisi lingkungan, maka akan membuat warga menderita. Selain itu, katanya, dampak dari pengelolaan TPA yang tidak sesuai kesepakatan dikhawatirkan akan memunculkan masalah baru pada kemudian hari. Wahyu mengungkapkan, pengelolaan TPA Bantar Gebang sudah tidak sesuai dengan perjanjian antara Pemkot Bekasi dan Pemprov DKI Jakarta. Sebagai contoh, kata dia, setiap lima meter, sampah yang ditumpuk seharusnya dilapisi dengan tanah urukan setinggi 30 cm. ''Namun, pantauan saya tanah yang ditimbun paling hanya sekitar lima hingga 10 sentimeter,'' katanya. Padahal, dengan ketinggian tanah urukan di atas 30 sentimeter diharapkan mampu meredam bau sampah dan dapat mempercepat pembusukan. ''Saya mengindikasikan bahwa ada permainan dalam pengelolaan sampah di TPA Bantar Gebang. Masalah ini tidak boleh dibiarkan karena menyangkut kehidupan masyarakat di sana,'' tambah Wahyu. Ia menambahkan, selain tanah urukan yang tidak sesuai spesifikasi, pembuatan ventilasi atau lubang sebagai saluran gas sampah yang ditimbun hingga puluhan meter juga banyak yang tidak terealisasi. ''Padahal, anggaran untuk itu miliaran rupiah setiap tahun,'' ungkap Wahyu yang berjanji dalam waktu dekat akan membeberkan segala bentuk penyelewengan yang terjadi di TPA Bantar Gebang. Menanggapi pernyataan kalangan DPRD Kota Bekasi itu, Kepala Dinas Kebersihan DKI Jakarta, Eko Bahruna, menolak semua tudingan itu. ''Pengelolaan TPA merupakan urusan Pemkot Bekasi dan Pemprov DKI Jakarta. Pengelolaan TPA jangan dipolitisasi,'' katanya. Sebelumnya, Wahyu mendesak Pemprov DKI soal menaikkan biaya kompensasi (tipping fee) pengelolaan sampah di Bantar Gebang dari Rp 62.000 per ton pada 2007 menjadi Rp 90.000 per ton. ''Dengan tidak dinaikkannya tipping fee sampah tersebut, maka target PAD Kota Bekasi tidak tercapai. Saya meminta Pemprov DKI Jakarta merealisasikan harga sampah paling sedikit Rp 90.000 setiap tonnya,'' ujar Wahyu. [HTS/RBW/L-8] Post Date : 13 Oktober 2008 |