|
Jakarta, kompas - Pembayaran ganti-rugi untuk pemilik tanah yang terkena Proyek Banjir Kanal Timur di Jakarta Timur tetap disesuaikan dengan besarnya nilai jual obyek pajak yang berlaku. Adapun ganti rugi untuk bangunan akan disesuaikan dengan harga yang tercantum dalam Surat Keputusan Kepala Kantor Tata Bangunan dan Gedung Pemerintah Provinsi DKI tahun 2005. "Penentuan ganti-rugi sesuai NJOP itu kan sudah mengikuti aturan yang ada. Apalagi dengan harga ganti-rugi bangunan yang sudah disesuaikan, pembayaran kepada pemilik lahan sudah signifikan," kata Wali Kota Jakarta Timur Koesnan A Halim seusai rapat evaluasi Proyek Banjir Kanal Timur (BKT) di Jakarta, Selasa (14/6). Menurut Koesnan, sebenarnya sudah banyak warga yang setuju dibayar ganti-rugi sesuai dengan nilai jual obyek pajak (NJOP). Namun, adanya satu atau dua orang yang memprovokasi setiap kali musyawarah membuat warga yang tadinya setuju jadi berubah pikiran. Oleh karena itu, Koesnan mengancam akan melaporkan ke polisi jika terbukti ada pihak-pihak yang memprovokasi masyarakat. "Memang sulit dibuktikan, tetapi saya yakin ada provokator yang memengaruhi warga supaya menolak harga NJOP," katanya. Dalam waktu dekat ini Pemerintah Kota Jaktim siap membayar ganti rugi untuk 817 pemilik tanah yang setuju dengan harga NJOP. Pembayaran itu dilakukan untuk pemilik tanah di Pulo Gebang (240), Duren Sawit (72), Pondok Kopi (240), Ujung Menteng (12), Cakung Timur (52), Pondok Bambu (140), Malakajaya (26), Malakasari (25), dan Cipinang Besar Selatan (10). Besarnya ganti rugi bervariasi antara Rp 1.032.000 dan Rp 1.450.000 per meter. "Sekarang ini kami mengutamakan pemilik tanah yang setuju dengan NJOP dulu. Mereka sudah membuat surat pernyataan. Kamis besok lurah-lurah sudah diminta untuk membawa dokumen-dokumen. Tanah yang tidak bermasalah segera dibayar. Saya yakin dana pembebasan tanah sebesar Rp 400 miliar lebih bisa habis tahun ini," katanya. Menanggapi ancaman Gubernur Sutiyoso yang akan mencopot jabatannya jika tetap tidak bisa membereskan pembebasan lahan BKT, Koesnan menganggapnya sebagai teguran yang wajar dari atasan kepada bawahannya. Koesnan berjanji meningkatkan kinerja timnya untuk lebih intensif lagi mendekati masyarakat. Pihaknya juga siap melaksanakan Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 jika sudah ada petunjuk pelaksanaannya. Namun, optimisme Wali Kota Jaktim untuk bisa segera menyelesaikan sisa pembebasan tanah sekitar 170 hektar lebih dari total seluruhnya 213,36 hektar itu tampaknya akan sulit terwujud. Pasalnya, pemilik tanah menilai penetapan harga sesuai dengan NJOP itu merugikan mereka yang sudah merelakan tanahnya dipakai untuk kepentingan umum. "Kami tidak menetapkan satu kali atau berapa kali dari NJOP untuk besarnya ganti-rugi. Sesuai dengan ketentuan kan penetapan itu harus berdasarkan musyawarah yang disepakati kedua belah pihak. Itu tak pernah dilakukan. Kami minta harga yang sesuai pasaran ditambah biaya administrasinya," kata Ketua Suara Warga Terkena BKT Jakarta Timur (Swaka Bakti) Ibrahim Tri Asworo. Ibrahim membantah pernyataan Koesnan yang mengklaim sudah banyak pemilik tanah setuju ganti rugi sesuai dengan NJOP. Sebanyak 146.123 keluarga yang tergabung di Swaka Bakti masih bertahan. Menurut dia, pemilik tanah yang mau menerima ganti-rugi sebesar NJOP adalah mereka yang sudah pasrah akibat mengalami kesulitan hidup di Jakarta dan memilih untuk kembali ke kampung halamannya. Selain itu, orang yang merasa tidak membeli tanah atau ahli waris serta orang yang memiliki tanah di mana-mana. (ELN) Post Date : 15 Juni 2005 |