|
CIMAHI, (PR).- Masyarakat Kel. Cibeber Kec. Cimahi Selatan Kota Cimahi menuntut Pemkot Cimahi segera menutup dan menghentikan eksploitasi air Danau Ciseupan yang diperjualbelikan kelompok tertentu kepada industri-industri. Tuntutan tersebut muncul menyusul terjadinya kekeringan di kawasan Cibeber dan sekitarnya akibat penyedotan air danau secara besar-besaran sehingga berakibat pada menurunnya air permukaan tanah. Akibatnya, sumur-sumur warga pun kekeringan. Keterangan yang dihimpun "PR", Minggu (24/10) Danau Ciseupan yang semula merupakan galian pasir di di RW 4, RW 5, RW 6, dan RW 7 Kp. Ciseupan itu dikelola beberapa pengusaha. Air danau itu pun menutupi hektare bidang tanah milik warga, pemilik lahan galian pasir. Karena air di sana cukup berlimpah, sejumlah pengusaha pun menjadikan air danau tersebut sebagai ladang usaha dengan menjual ke pabrik-pabrik yang ada di Cimahi dan sekitarnya. Setiap hari, ratusan tangki air berkapasitas 5.000 - 6.000 liter diangkut puluhan truk dari danau tersebut. Diduga sepanjang musim kemarau ini, kapasitas air yang diangkut lebih banyak sehingga berdampak pada turunnya ketinggian air permukaan di danau itu antara 2-3 m. Kondisi tersebut berdampak pula pada kekeringan yang hampir melanda sebagian daerah Cibeber, di antaranya RW 3 dan RW 9. Menurut beberapa tokoh masyarakat RT 6 RW 5 Cibeber, yaitu H. Endang Sukaryat, H. Miming, Hj. Rostiani, dan Hj. Euis, kekeringan tersebut yang paling parah terjadi pada tahun ini. Sebelumnya, meski terjadi penurunan air permukaan tanah, sebagian sumur-sumur warga masih bisa dimanfaatkan untuk minum. Kondisi tersebut diduga keras terjadi akibat air permukaan tanah di sekitar Cibeber tersedot ke Danau Ciseupan. Mengingat, posisi permukiman warga ada di atas danau sehingga air resapan tanah bermuara ke danau itu. Akibatnya, untuk memenuhi kebutuhan air minum, mereka terpaksa membeli air kemasan. Sementara untuk mandi, cuci, dan kakus, sebagian warga membeli air bersih lainnya yang dijual keliling per jeriken. Sementara, air dari PDAM tidak cukup bahkan seringkali mati. Bagi warga kurang mampu, terpaksa pergi ke pancuran umum yang jalannya cukup terjal dan menurun, sekira 500 m berada di bawah permukiman warga. Kualitas airnya pun kurang bagus. Kurang penuh Menurut Endang, aparat pemerintahan Kel. Cibeber kurang peduli terhadap kondisi tersebut meski seringkali dikeluhkan warga. Untuk itu, warga minta Wali Kota Cimahi segera turun tangan. Jika ternyata pemerintah sudah mengeluarkan izin untuk pengambilan air tersebut, hendaknya lebih selektif dalam memberikan izin usaha itu. Hal itu dibenarkan Ketua RT 6 RW 5 Cibeber, Rahmat. Warga di sana sangat kesulitan mendapatkan air bersih. Bahkan, beberapa sumur warga termasuk sumur gali miliknya telah lama dijadikan septictank karena selalu kering sekalipun sudah diperdalam beberapa kali. Sementara pasokan air PDAM yang semula diharapkan jadi andalan untuk memenuhi kebutuhan warga ternyata sering macet. Akibatnya, ia dan warga lainnya terpaksa mengambil air dari sumur umum. Namun, sumur tersebut tidak bisa mencukupi kebutuhan mereka. Protes yang sama disampaikan Ketua LSM Forum Pemberdayaan Masyarakat, H. Barkah Setiawan, S.Pd. yang tinggal di RW 3 Kel. Cibeber. Untuk itu, pihaknya mendesak Pemkot Cimahi segera menangani permasalahan ini. Jika dibiarkan berlarut-larut bukan tidak mungkin warga akan berunjuk rasa, di antaranya menuntut agar danau tersebut ditutup, kecuali jika dimanfaatkan untuk masyarakat umum. Jika tidak, hendaknya danau itu dikelola pemerintah, di antaranya untuk sumber PDAM. Secara terpisah, warga RW 7 Kp. Ciseupan yang berada di lokasi danau mengeluhakan hal yang sama. Sejumlah warga yang enggan disebutkan identitasnya menyatakan, meski usaha tersebut bisa menyerap tenaga kerja di sana, tapi kerugian yang mereka tanggung lebih banyak. Karena hampir 24 jam, penyedotan terus dilakukan sehingga truk yang mengangkut tangki air menimbulkan kebisingan dan mengganggu kenyamanan warga di sana. Bahkan, kompensasi yang diberikan kepada warga yang dikelola oleh kelompok tertentu tidak seimbang dengan kerugian warga. Karena, warga pun tetap harus membeli air seharga Rp 20.000,00/tangki. Untuk itu, mereka menuntut agar pengangkutan air danau dibatasi sehingga tidak mengganggu kenyamanan warga. Apalagi, usaha tersebut disinyalir tidak ada izin dari Pemkot Cimahi. Hingga kemarin Pemkot Cimahi belum menanggapi hal itu. Sejumlah pejabat yang berkompeten tentang hal tersebut tidak bisa dihubungi melalui telefon. (B-45) Post Date : 25 Oktober 2004 |