Pemerintah Tunggu Reekspor Limbah B3

Sumber:Kompas - 07 April 2009
Kategori:Air Limbah

Jakarta, Kompas - Pemerintah Indonesia masih menunggu reekspor 3.800 ton ampas tembaga yang dikategorikan sebagai limbah bahan berbahaya dan beracun. Hingga kini, pengimpor belum menanggapi permintaan reekspor Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup tertanggal 14 Maret 2009.

”Kami menunggu niat baik pengimpor untuk mereekspor,” kata Deputi V Menneg LH Bidang Penataan Lingkungan Ilyas Asaad di Jakarta, Senin (6/4).

Sebelumnya, pihak pengimpor menyatakan, barang yang mereka impor dari Korea Selatan itu bukanlah limbah bahan berbahaya dan beracun (B3). Material itu merupakan pasir besi (ferro sand) dan bukan limbah B3, seperti dikuatkan pemeriksaan Laboratorium Uji Material Batan Serpong.

Pengimpor menunjukkan inspeksi dan analisis PT Sucofindo. Selain itu, pernyataan sebagai pasir besi dari produsennya di Korsel (Kompas, 17/9).

Namun, Kantor Menneg LH bersikukuh material 3.800 ton (setara 380 dump truck kapasitas 10 ton) tersebut sebagai limbah B3. ”Kami punya hasil pemeriksaan laboratorium juga,” kata Ilyas.

Hasil laboratorium versi Kantor Menneg LH menyebutkan, barang impor tersebut merupakan residu proses pembersihan kapal yang dikenal juga sebagai copper slag, yang dikategorikan limbah B3.

”Barang impor itu kini diberi garis polisi dan berada di Batuaji, Sekupang, Batam,” kata Asisten Deputi V Urusan Penegakan Pidana dan Administrasi Lingkungan Himsar Sirait.

Hingga kini, setidaknya 15 orang telah dimintai keterangan perihal impor itu. Jumlah itu masih akan bertambah sebelum dilimpahkan ke pengadilan.

Kedaulatan RI

Ilyas mengatakan, setiap negara penanda tangan Konvensi Basel (mengatur soal perpindahan limbah B3 antarnegara) memiliki ketentuan soal limbah B3. Indonesia dan Korsel merupakan peratifikasi konvensi tersebut.

”Bisa saja negara si pengekspor mengategorikan barang yang diimpor bukan limbah B3. Namun, kalau Indonesia bilang B3, ya harus diikuti ketentuan itu,” kata Ilyas.

Untuk itu, beberapa waktu lalu Kantor Menneg LH telah meminta Badan Pengendali Dampak Lingkungan Daerah Kota Batam mengundang pihak pengimpor membahas rencana reekspor. ”Kami meminta Bapedalda Batam karena kasus ada di wilayah mereka,” kata Himsar. Pihaknya berharap, pihak pengimpor bersedia mereekspor.

Sesuai ketentuan, kata Himsar, masih ada kesempatan 90 hari bagi pengimpor untuk mereekspor barang. Bila itu tidak dilakukan, pemerintah akan mengambil sikap, di antaranya mereekspor atas nama pemerintah.

Berdasarkan data, kasus kali ini merupakan kasus besar kedua masuknya limbah B3 ke wilayah Batam sejak tahun 2004. Saat itu, limbah B3 sebanyak 1.140,5 ton diimpor PT APEL yang dalam dokumennya disebutkan sebagai bahan organik.

Melalui negosiasi antarpemerintah, limbah dari Singapura yang dibungkus dalam karung-karung plastik itu akhirnya dapat direekspor. Namun, kasus hukumnya terhenti tanpa alasan jelas.

Salah satu pola umum yang terjadi adalah limbah B3 biasanya masuk ketika pemerintah sedang menghadapi isu besar, seperti penyelenggaraan pemilihan umum sekarang ini. (GSA)



Post Date : 07 April 2009