|
Jakarta, Kompas - Rapat terbatas di bidang pembangunan infrastruktur yang dipimpin Wakil Presiden Muhammad Jusuf Kalla di Istana Wakil Presiden, Jakarta, Rabu (22/12) malam, akhirnya menetapkan proyek-proyek yang diprioritaskan untuk segera dilaksanakan pembangunannya pada periode 2005-2009. Proyek itu di antaranya pembangunan rel ganda Kroya-Yogyakarta tahap II, pipanisasi gas, pengembangan empat bandara, dan pembangunan jalan tol. Demikian Menko Perekonomian Aburizal Bakrie di Istana Wapres, Jakarta, dan data Tim Pembiayaan Pembangunan Infrastruktur yang diperoleh Kompas di Kantor Menko Perekonomian, Kamis (23/12). "Beberapa proyek di antaranya masih harus diidentifikasi lagi, termasuk sumber pendanaannya, sehingga ada beberapa proyek yang dikategorikan siap untuk dilaksanakan dan masih harus disiapkan proses pelaksanaannya. Proyek yang siap dilaksanakan adalah kelanjutan pembangunan rel ganda Kroya-Yogyakarta, jalan tol dan lainnya," kata Aburizal. Aburizal menyatakan, dana yang bersumber dari dalam negeri sudah ditetapkan sebesar Rp 200 triliun lebih. "Dari hasil pembicaraan, dengan sumber dana di perbankan Rp 200 triliun lebih itu, jumlah kredit yang diberikan bank untuk infrastruktur tidak boleh lebih dari 20 persen. Oleh sebab itu, dari jumlah Rp 200 triliun lebih itu berarti per tahunnya hanya bisa Rp 40 trilun untuk pendanaan infrastruktur," ujarnya. Dikatakan, proyek-proyek dibangun terdiri dari dua, yaitu proyek yang komersial dan non komersial. Untuk proyek komersial, diarahkan di Pulau Jawa dengan pendanaan dari swasta. Sedangkan proyek yang non komersial diarahkan di luar Pulau Jawa dan pendanaanya berasal dari pemerintah. Dari data tim pembiayaan, disebutkan proyek prioritas infrastruktur yang ditetapkan meliputi pembangunan jalan tol, kelistrikan, pipanisasi gas, telekomunikasi, perumahan, sumber daya air, bandara, perhubungan laut, perkeretapian dan air minum. Butuh Rp 750 triliun Sementara, usai menghadiri seminar mengenai usaha mikro, kecil, dan menengah, Ketua Kamar Dagang dan Industri MS Hidayat mengemukakan, Indonesia memerlukan dukungan investasi baru sekitar Rp 750 triliun untuk mencapai tingkat pertumbuhan ekonomi tahun 2005 yang ditetapkan pemerintah 5,5 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB). Pemerintah perlu memanfaatkan Forum Infrastructur Summit sebagai kesempatan pertama menarik investor baru dari dalam negeri maupun luar negeri. Ditegaskan, rasio investasi terhadap PDB saat ini, yakni 20,4 persen, tidak akan mampu menopang pencapaian target pertumbuhan ekonomi Indonesia hingga 5,5 persen. Oleh karena itu, Indonesia memerlukan lebih banyak lagi investasi untuk bisa meningkatkan nilai rasio investasi terhadap PDB itu. "Indonesia memerlukan besaran rasio investasi terhadap PDB sebesar 30 persen agar pertumbuhan ekonomi tahun 2005 bisa mencapai 5,5 persen. Asumsi saya, pertumbuhan ekonomi Indonesia 2005 sebenarnya lebih kecil dibandingkan dengan asumsi yang ditetapkan pemerintah. Namun, angka pertumbuhan yang mencapai 5,5 persen itu masih dapat digolongkan sebagai angka optimis," kata Hidayat. Hidayat mengatakan, pemerintah harus menetapkan kebijakan konkrit yang diperlukan untuk menarik investasi lebih besar. Format kebijakan konkrit harus segera tuntas sebelum forum digelar pada 17-18 Januari 2005. "Kebijakan pemerintah untuk menekan biaya tinggi itu harus tuntas sebelum 17 Januari 2005, karena pada Infrastructur Summit nanti seluruh calon investor akan menanyakan hal itu, dan pemerintah harus dapat menjelaskannya, terutama tentang upaya untuk mengurangi beban struktur biaya. Termasuk tentang kenaikan harga bahan bakar minyak tahun depan, yang dipastikan akan mempengaruhi tingkat pertumbuhan ekonomi," katanya. Menurut Hidayat, langkah-langkah kebijakan yang harus dilakukan pemerintah antara lain menanggulangi biaya tinggi dalam pengurusan ijin usaha, serta ongkos-ongkos yang tidak efisien dalam birokrasi. Itu perlu ditekankan mengingat selama ini, para pengusaha cenderung menemui hambatan dalam birokrasi pemerintah. Sebelumnya, Menteri Negara PPN dan Kepala Badan Perencana Pembangunan Nasional Sri Mulyani Indrawati memperkirakan PDB Indonesia tahun 2005 bisa mencapai Rp 2.500 triliun. Dengan asumsi PDB itu, maka rasio investasi 30 persen yang diperlukan untuk mencapai angka pertumbuhan ekonomi 5,5 persen adalah sekitar Rp 750 triliun. Sri Mulyani juga menyebutkan angka PDB 2005 mencapai Rp 2.500 triliun itu, maka defisit APBN 2005 mencapai Rp 25 triliun. (har/oin/inu) Post Date : 24 Desember 2004 |