|
JAKARTA - Banjir yang terjadi berulang setiap tahun ternyata tidak mengubah paradigma aparat pemerintah dalam mengantisipasi dan menyiasati banjir. Langkah-langkah antisipasi nyaris tidak pernah terdengar, sementara penanganan pasca banjr terkesan lamban. Padahal banyak pihak yang memberi masukan kepada pemerintah tentang antisipasi banjir. Untuk kesekian kali, Unit Pelaksana Teknis Hujan Buatan (UPT-BH) BPPT (Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi) menawarkan Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC). Teknologi ini menurut Kepala UPT-BH BPPT, Baginda Patar Sitorus dapat menjadi solusi alternatif mengatasi bencana iklim dan cuaca ekstrem, khususnya banjir yang setiap tahun menyerang Jakarta. "Kita jangan menyerah dan beranggapan, bahaya banjir tidak mungkin teratasi. Banjir bisa dikendalikan dengan menerapkan TMC secara optimal," kata Baginda di Jakarta, Rabu (25/2). Pemerintah enggan menggunakan TMC dengan alasan biayanya terlalu mahal. Padahal, jika dibandingkan dengan kerugian yang diderita akibat banjir jauh lebih mahal ketimbang biaya yang dikeluarkan untuk pelaksanaan modifikasi cuaca. Jakarta hanya perlu dana sebesar Rp 2 miliar per tahun untuk mencegah banjir bila menggunakan TMC. Sementara kerugian yang diderita akibat banjir selalu di atas Rp 100 miliar. "Persoalannya, penanganan dengan cara konvensional selama ini banyak memberikan keuntungan kepada beberapa pihak yang terlibat dalam penanganan banjir," ujar Baginda. Menurutnya, Indonesia telah memiliki TMC yang andal dalam mengatasi defisit air, banjir dan kebakaran hutan sejak 1977. Hasil TMC pun telah dinilai tim independen yang menyimpulkan manfaat TMC sangat tinggi dibanding biaya yang dikeluarkan TMC. "Jadi kita tidak perlu ragu-ragu menerapkan TMC sebagai teknologi alternatif atau tambahan pada teknologi konvensional yang digunakan selama ini," tegasnya. Dijelaskannya, cara kerja TMC menggunakan teknik yang sudah teruji keandalannya, yaitu membantu pertumbuhan awan, mempercepat turun hujan dan membuyarkan awan. Teknik ini, lanjut Baginda, didasarkan pada kaidah ilmiah, seperti penerapan konsep sistem dan lingkungan dengan menerapkan ilmu iklim atau cuaca, ilmu fisika terapan, ilmu kimia terapan, ilmu neraca materi dan ilmu matematika terapan. Metode penerapan TMC dapat dilakukan secara dinamis dengan menggunakan pesawat terbang dan secara statis tanpa pesawat terbang. Secara statis bisa dikembangkan metode Ground Base Generator dengan memanfaatkan potensi topografi dan angin lembah. Angin lembah adalah angin lokal yang berhembus ke atas pegunungan pada siang hari mengikuti kemiringan permukaan gunung. Menurut Baginda, TMC pernah dilakukan pada 15-19 Februari 2002 di Jabotabek. "Selama lima hari, curah hujan di Jakarta waktu itu terbukti turun drastis. Namun, begitu TMC dihentikan, hujan deras kembali melanda Jakarta sehingga banjir kembali terjadi," jelasnya. Belum Bayar Penghentian penggunaan TMC waktu itu, lanjut Baginda, karena tidak ada dukungan dari berbagai pihak, terutama dukungan dana. Untuk menerapkan TMC tahun lalu, UPT terpaksa menggunakan dana miliknya sebesar Rp 500 juta. "Waktu itu BMG menyatakan Jakarta masih rawan banjir susulan, sehingga pada 12 Februari 2002 terjadi pertemuan antara Menristek, Menteri Lingkungan Hidup, Menhut, dan Menkimpraswil. Disepakati perlu mengatasi banjir dengan TMC. Dana sebenarnya akan ditanggung Kimpraswil, tetapi dana tidak juga turun sehingga kami menggunakan dana sendiri, sampai kini Kimpraswil belum juga membayar," paparnya. Lebih lanjut Direktur UPT ini menyatakan sifat hujan di Indonesia sangat memungkinkan untuk dilakukan modifikasi. Pasalnya, di kawasan Indonesia tidak ada badai tropis yang sangat sulit dimodifikasi. Di Indonesia tidak pernah ada badai tropis, paling-paling di kawasan Samudra Hindia, kita hanya terkena dampak atau ekor badai. Awan-awan yang ada di Indonesia umumnya terbentuk secara perlahan-lahan sehingga sebelum membesar dan turun hujan, bisa dimodifikasi. Selain itu waktu yang tepat untuk melakukan TMC juga bisa di tentukan dengan analisis kapan kemungkinan banjir akan terjadi. Saat ini BPPT dan Institut Teknologi Bandung (ITB) sudah menerapkan metode Anfis untuk memprediksi curah hujan dan kemungkinan banjir. (L-11) Post Date : 26 Februari 2004 |