Pemerintah Harus Campur Tangan

Sumber:Kompas - 27 Desember 2010
Kategori:Air Minum

Dalam pembangunan satu kota, infrastruktur dasar adalah tanggung jawab pemerintah. Pembangunan infrastruktur tidak mungkin diserahkan kepada swasta atau BUMD karena tidak akan layak dalam perhitungan ekonominya.

Namun, di Jakarta pembiayaan infrastruktur air bersih diserahkan sepenuhnya kepada pelanggan. Biaya pembangunan jaringan pipa primer sampai tersier hingga biaya pengolahan air baku menjadi tanggungan pelanggan. Celakanya, lebih dari 60 persen pelanggan masih menikmati tarif yang disubsidi kurang dari 40 persen pelanggan lain.

Kepala Humas PT Palyja Meyritha Maryanie dan Direktur Utama PT Aetra Sjahril Japarin mengatakan, saat menjadi operator PDAM Jaya, mereka mewarisi lebih dari 5.000 kilometer jaringan pipa yang berusia lebih dari 25 tahun. Sebagian besar pipa besi itu kini sudah berkarat dan bocor di mana-mana.

Untuk mengganti ke-5.000 kilometer pipa perlu dana triliunan rupiah. Kedua operator sulit menyediakan dana itu. Apalagi, mereka belum mengalami kenaikan tarif sejak tahun 2007. Sistem tarif yang terkontrol menyulitkan kedua operator mengumpulkan dana besar untuk perbaikan jaringan pipa primer.

Padahal, tanpa penggantian pipa, tingkat kehilangan air sangat tinggi walau kedua operator itu bekerja keras menurunkannya. Di Palyja tingkat kehilangan air turun dari 43,9 persen menjadi 43 persen. Aetra menurunkan tingkat kehilangan air dari 49 persen menjadi di bawah 48 persen.

”Perlu campur tangan pemerintah untuk mengganti jaringan pipa primer sebagai infrastruktur dasar. Kami mengganti dan memperluas jaringan pipa sekunder dan tersier. Jika pipa primer terus bocor, penurunan kualitas air karena tercampur tanah selama distribusi sulit dihindari,” kata Sjahril Japarin, yang memenangi peringkat satu CEO terbaik untuk kategori Overall Inner Power dalam Anugerah Business Review di Singapura.

Menurut Meyritha, pemerintah perlu campur tangan untuk memperbaiki sistem penyediaan air baku. Selama ini kedua operator PDAM Jaya tergantung pasokan air baku dari Waduk Jatiluhur dan air curah dari PDAM Kabupaten Tangerang. Jumlah air yang dipasok ke Jakarta tidak pernah bertambah, tetapi jumlah pelanggan terus bertambah. Kondisi itu yang membuat mayoritas pelanggan tidak dapat menikmati air bersih selama 24 jam.

”Kami butuh campur tangan pemerintah, baik DKI maupun pemerintah pusat, untuk memperbaiki kualitas air dari 13 sungai yang ada. Perbaikan kualitas air sungai sangat berguna untuk diolah menjadi air bersih. Tanpa tambahan pasokan air baku, mustahil seluruh wilayah Jakarta dapat dijangkau layanan air bersih perpipaan,” kata Meyritha.

Anggota BR PAM Firdaus Ali mengatakan, campur tangan pemerintah pusat dan Pemprov DKI mutlak diperlukan untuk mengatasi krisis air bersih di Jakarta. Pemerintah pusat harus campur tangan karena kebutuhan air bersih untuk kantor dan personalianya disuplai PDAM Jaya. ”Jika infrastruktur air bersih terus menjadi anak tiri, semua pihak segera merasakan dampak penurunan kualitas hidup yang lebih parah. Air bersih di Jakarta selamanya tak dapat diandalkan,” ujarnya. (Caesar Alexey)



Post Date : 27 Desember 2010