JAKARTA ,Pemerintah diminta untuk mengkahiri privatisasi air karena kebijakan tersebut cenderung merugikan rakyat dan tidak sesuai dengan amanat kontitusi.
“Kebijakan privatisasi terhadap sumber daya air harus segera diperbaiki. Undang-Undang No 7/2004 yang memayunginya dibuat karena ada tekanan dari kekuatan asing dan perilaku koruptif pemegang kekuasaan masa lalu,” tegas Koordinator Komisi Penyelamat Kekayaan Negara (KPK-N) Marwan Batubara di Jakarta, Kamis (20/8).
Menurut Marwan, hadirnya UU No 7/2004 tak dapat dilepaskan dari tekanan World Bank, ADB, dan IMF yang menguntungkan perusahaan asing untuk mengeruk sumber daya air Indonesia.
“Kebijakan privatisasi air membuat jaminan pelayanan hak dasar rakyat banyak ditentukan oleh swasta dengan mekanisme pasar. Ini jelas sudah bertentangan dengan amanat konstitusi yang mengatakan Bumi dan isinya harus dikuasai oleh negara,” katanya.
Selain itu, lanjutnya, dari sisi lingkungan akibat privatisasi air, hak rakyat di sekitar hutan yang selama ini mengambil air dari sumber air di wilayahnya kian terancam. Marwan mencontohkan, eksploitasi air membabi buta dilakukan oleh pihak swasta oleh Danone Group yang saat ini memiliki 16 sumur air minum di berbagai daerah di Indonesia. Dua sumur terbesar, Klaten dan Sukabumi, menyuplai lebih dari 70 persen air merk Aqua.
Hingga 2004, Danone dalam label kemasannya produk air minumnya menyebut bersumber dari mata air pegunungan. Faktanya, sumber air kemasan Aqua berasal dari eksploitasi air tanah di berbagai daerah. Untuk di sumur Klaten yang seharusnya hanya diizinkan menyedot air sebanyak 20 liter/detik pihak Danone group mampu menguras air hingga 64 liter/detik. Eksploitasi air di Kabupaten Klaten oleh Aqua Danone mencapai 40 juta liter/bulan.
”Jika dengan estimasi harga jual 80 miliar rupiah per bulan, maka nilai eksploitasi mencapai 960 miliar rupiah per tahun. sementara itu, untuk eksploitasi di Kabupaten Klaten Aqua Danone hanya memberi 1,2 miliar rupiah sebagai kontribusi RAPBD Kabupaten Klaten dan 3-4 juta rupiah pembayaran pajak,” tutur Marwan.
Potensi Menggiurkan
Perusahaan air minum berlomba-lomba meneguk keuntungan dari bisnis air yang kian menggiurkan. Sekitar 6 persen populasi dunia rela membayar untuk membeli air minum. Secara global, perusahaan air berlomba-lomba menguasai bisnis dengan keuntungan potensial setiap tahun mencapai 400 miliar dollar AS hingga 3 triliun dollar AS tersebut.
Sejak 1997, di Indonesia terdapat 20 investor asing dan nasional telah antre untuk melakukan investasi di sektor penyediaan air bersih dengan nilai total investasi sekitar 3,68 triliun rupiah. Di antaranya Suez Lyonnaise des Eaux (Perancis) dan Thames Water (Inggris).
Saat ini, terdapat 246 perusahaan air minum dalam kemasan (AMDK) yang beroperasi di Indonesia dengan total produksi sebesar 4,2 miliar liter. Sebanyak 65 persen dipasok oleh dua perusahaan asing (Danone dan Coca Cola Company). [dni/E-3]
Post Date : 21 Agustus 2009
|