Pemerintah Buka Pintu untuk Privatisasi Air

Sumber:Kompas - 08 November 2005
Kategori:Air Minum
Jakarta, Kompas - Sikap pemerintah yang membuka pintu lebar bagi privatisasi air, telah ditandai dengan swastanisasi penyediaan air bersih bagi masyarakat. Hal itu kini makin tak terbantahkan jika dilihat dari materi Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2005 tentang Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM).

Munculnya PP tersebut memperkuat tudingan kalangan organisasi nonpemerintah bahwa pemerintah selama ini telah merencanakan privatisasi air sejak penyusunan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Pengelolaan Sumber Daya Air. Akan tetapi, saat itu pemerintah tidak mengakuinya.

Materi PP jelas pro privatisasi, kata Manajer Pengkampanye Isu Air, Pangan dan Berkelanjutan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Raja Siregar di Jakarta, Senin (7/11).Bahkan, keterlibatan swasta dalam mengelola sumber daya air dapat dimaknai tanpa batas. Swasta dimungkinkan menguasai seluruh atau sebagian tahapan penyelenggaraan pengembangan (Pasal 64 Ayat 4).

Pada pasal yang sama di ayat-ayat sebelumnya dicantumkan, badan usaha swasta dan koperasi dapat berperan serta dalam penyelenggaraan pengembangan SPAM di daerah, wilayah, atau kawasan yang belum terjangkau BUMN/BUMD. Disebutkan pula pelibatan koperasi dan badan usaha swasta dilakukan berdasarkan prinsip persaingan sehat melalui pelelangan.

Menurut Raja, keterlibatan swasta di kawasan yang belum ada BUMN/BUMD dapat diartikan keterlibatan pada seluruh tahapan penyelenggaraan, mulai pengumpulan air hingga distribusi. Berarti pula tanggung jawab negara sebagaimana diamanatkan UUD 1945 digantikan oleh badan usaha swasta.

Dampak lanjutannya, demikian Raja, masyarakat akan menerima pelayanan dan beban biaya yang berbeda dari pemerintah dan swasta. Ironisnya, privatisasi air tidak otomatis diikuti perbaikan layanan atau murah.

Peraturan pemerintah ini juga membuka kemungkinan keterlibatan swasta pada wilayah yang sudah dilayani BUMN/BUMD penyelenggara air minum, khususnya yang tidak dapat meningkatkan kualitas dan kuantitas pelayanan di wilayahnya.Pada tahap ini, tidak ada prioritas bagi keterlibatan koperasi sebagai penyelenggara air minum. Kepemilikan modal asing pun tidak dibatasi.

Bertentangan

Kondisi yang berdampak pada pelepasan tanggung jawab pemerintah terhadap sumber daya yang memengaruhi hajat hidup orang banyak itu bertentangan dengan pertimbangan-pertimbangan keputusan Mahkamah Konstitusi atas uji materiil UU SDA. Di sana, MK menyatakan bahwa negara bertanggung jawab untuk memenuhi kebutuhan dasar masyarakat atas air. Keterlibatan swasta bukan dilarang, tetapi dibatasi peranannya.

Mahkamah Konstitusi menyebutkan tanggung jawab penyediaan air minum diselenggarakan pemerintah melalui BUMN/BUMD. Pemerintah selayaknya mengubah pasal-pasal yang bertentangan dengan pertimbangan MK itu, kata Raja.

Mengacu pada PDAM dengan keterlibatan swasta, peran pemerintah diwakili dalam badan regulasi dengan peran terbatas.

Negara itu semestinya wakil kontrol, bukan perwakilan atau representasi dalam badan regulasi, lanjut dia.

Di tempat terpisah, pengkampanye isu air lainnya Nila Ardhianiebekerja pada AMRTA Institute for Water Literacy menyebutkan bahwa privatisasi air di Indonesia sebenarnya sudah terjadi beberapa tahun lalu.

Di Indonesia, keterlibatan swasta pada 20 perusahaan dari total sekitar 300 PDAM. Adapun tingkat keterlibatannya mulai dari persoalan yang bersifat parsial seperti pembangunan instalasi pengelola air hingga seluruh tahapan penyelenggaraan air minum. Di Batam Biwater dari Inggris sudah menguasai sepenuhnya, kata dia.

Di Jakarta, keterlibatan pihak asing juga telah dimulai sejak tahun 1997 lalu seperti Ondeo-Suez dan RWE Thames Water yang memperoleh konsesi pengelolaan selama 25 tahun.

Sayang, seperti dialami sebagian pelanggan air di Jakarta, keterlibatan swasta tidak otomatis memperbaiki kualitas layanan. Bahkan, terdapat banyak pelanggan yang tidak memperoleh air tetapi meteran air tetap jalan.

Bukan pilihan tepat

Seperti kata pengantar buku Reclaiming Public Water, Nila menyatakan bahwa privatisasi air bukan pilihan tepat. Privatisasi butuh dukungan regulasi, disiplin, dan kuatnya serikat pekerja, serta organisasi pelanggan.

Kekuatan di atas membuat swasta tidak memiliki kemutlakan atas air. Masyarakat yang terwadahi akan mampu mencegah sikap serikat pekerja yang dapat mengganggu layanan.

Sedang kuatnya serikat pekerja dan regulasi membuat perusahaan tidak berdominasi. (GSA)

Post Date : 08 November 2005