Pembuang Sampah Diawasi

Sumber:Pikiran Rakyat - 19 Juli 2010
Kategori:Sampah Luar Jakarta

Di sekitar Pasar Ciroyom dulu, selalu ada empat gunung sampah yang tercipta setiap pagi. Keadaan ini, membuat lingkungan tersebut tidak pernah terbebas dari sampah. Apalagi, kawasan ini sudah kadung tenar padat PKL. Bayangkan saja, jumlah PKL di sana hampir empat kali lipat jumlah warganya. Warga yang bermukim di RW 4 hanya sekitar 270 kepala keluarga, sementara jumlah PKL yang setiap hari berjualan lebih dari seribu orang. Setiap pagi, seluruh wilayah RW 04 seluas dua belas hektare ini dipenuhi PKL. Akibat aktivitas pasar dan perilaku buang sampah warga lain di Ciroyom, terdapat empat lokasi yang menjadi tempat pembuangan sampah (TPS).

Celakanya, petugas PD Kebersihan hanya mengangkut sampah sampai tiga truk. Jika sampah lebih dari itu, tidak diangkut.

Akhirnya dibuatlah Pos Pengawas Kebersihan di Jln. Rajawali, tidak jauh dari Pasar Ciroyom. Di pos sederhana itu pengurus RW berjaga-jaga mulai pukul 6.00 WIB. Tugasnya, mengawasi agar tidak ada orang membuang sampah seenaknya.

Di pos itu pula, pengurus RW 4 Kel. Ciroyom Kec. Andir mulai mengajak PKL mengelola sampahnya.

Menurut Ketua RW 4 Warsino, meskipun belum berhasil menghilangkan sampah keseluruhan, pos pengawas itu efektif mencegah orang buang sampah. Dari empat gunung sampah tiap pagi, kini sudah berkurang. Tinggal dua tempat lagi yang masih menyisakan gundukan sampah.

"Kami tidak bisa jaga terus-menerus. Idealnya juga ada empat pos, tidak satu. Harapannya, pemerintah bisa melanjutkan. Aparat-aparat pemerintah yang ditugaskan di Ciroyom daripada menganggur, lebih baik jaga di pos-pos begini. Orang tidak akan berani buang sampah kalau ada yang jaga," kata Warsino.

Simon, anggota Seksi Lingkungan Hidup ikut mengolah sampah-sampah organik sisa dagangan PKL Ciroyom. Ia membawa sampah-sampah itu ke rumahnya untuk difermentasi sehingga menjadi kompos. Awalnya ia membuat fermentor (alat untuk memproduksi mikroba) sederhana, yang hanya cukup untuk skala rumah tangga.

Lalu ia membuat fermentor yang lebih besar, seiring gencarnya gerakan pemilahan sampah yang dilaksanakan warga. Kini, ia sedang mempersiapkan fermentor yang cukup, untuk mengolah sepuluh kubik sampah atau satu truk. Belum ada bantuan pemerintah untuk pembangunan fermentor ini. Semua biaya masih menggunakan dana pribadi Simon.

Ia tidak berniat menjual kompos yang ia hasilkan. Kompos dibagikan gratis bagi warga, yang membutuhkan pupuk untuk tanaman di rumahnya. (Catur Ratna Wulandari/"PR"/Aldila Aprilia)



Post Date : 19 Juli 2010