|
Ilmuwan MEPPO BPPT menciptakan alat pembersih sampah sungai otomatis. Dinilai lebih murah dan efisien. Mampu mengangkat sampah 1 ton tiap menit. Tempat sampah terbesar di dunia boleh jadi adalah Teluk Jakarta. Itu karena setiap hari warga Jakarta membuang sampah 300-1.500 meter kubik. Angka ini meningkat hampir satu setengah kali lipat atau sekitar 3.500 meter kubik per hari, ketika sampah itu berada di sungai-sungai Ibu Kota. Begitulah menurut data Dinas Pekerjaan Umum (PU) DKI Jakarta. Jika luapan sampah itu dibiarkan terus mengalir ke Teluk Jakarta, runyam akibatnya. Biota laut akan mati, ikan-ikan terkontaminasi, dan akan berakhir di perut kita. Itu belum bicara soal penyakit yang bakal timbul. Karena itulah, sudah lama Dinas PU Jakarta memimpikan peralatan yang dapat membersihkan sungai dari sampah-sampah ini. Syukurlah, kini ada peralatan yang mampu bekerja secara otomatis. Para ahli Mesin Perkakas, Teknik Produksi, dan Otomasi (MEPPO) pada Pusat Penelitian Ilmu dan Teknologi (Puspitek), Serpong, Banten, bekerja sama dengan Pusat Teknologi Lingkungan Kedeputian Teknologi Pengembangan Sumber Daya Alam (PTL-TPSA), menciptakan ''Sistem Peralatan Pembersih Sampah Sungai Otomatis dan Terintegrasi''. Alat itu sedang dalam tahap uji coba di laboratorium MEPPO. ''Tak lama lagi dapat diterapkan di sungai,'' kata Kepala Balai MEPPO Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Erzi Agson-Gani, Jumat pekan lalu. Rencananya, MEPPO akan berunding dengan Pemda DKI Jakarta untuk uji coba alat itu di sungai yang terletak di belakang Menara Saidah, Cawang, Jakarta Selatan. Mesin anti-sampah sungai itu bukan barang impor, melainkan asli buatan anak negeri. ''Hanya rantai penggerak yang diimpor dari Jepang,'' ujar Erzi. MEPPO telah mendesain alat itu sejak April tahun silam, dengan mempertimbangkan keinginan pemakai --dalam hal ini Dinas Kebersihan Pemda DKI-- dan karakteristik sampah perkotaan Jakarta. ''Namun ide dasarnya sederhana saja, berasal dari pengamatan ketika orang-orang kampung membersihkan sungai,'' Erzi menambahkan. Mereka memasang batang-batang bambu dari satu sisi ke sisi seberang lainnya. Sampah-sampah yang mengalir di badan sungai akan tersangkut di sana. Jika sudah banyak, sampah-sampah itu baru diangkut untuk dibuang. Karena itulah, mesin anti-sampah MEPPO dilengkapi dengan garu pengangkut. ''Itu yang sebenarnya menjadi komponen utamanya,'' kata Erzi. Selain itu, ada komponen lainnya, seperti rangkaian pengumpul sampah apung, saringan, ban berjalan tiga buah, alat pres sampah, dan kontainer sampah. Mesin anti-sampah ini dapat dijalankan 24 jam terus-menerus. Awalnya, sampah yang berenang di sungai akan tersangkut oleh pengumpul apung sampah. Rangkaian pengumpul sampah ini tak dipasang lurus dari satu sisi ke sisi sungai lainnya, tapi dengan sudut 30 derajat hingga 60 derajat. Namun, kalau arusnya deras, sudutnya harus 30 derajat. Panjangnya rangkaian dan banyaknya papan pengarah apung itu tergantung lebar sungai. Dengan demikian, sampah akan tergiring ke mulut garu pengangkat. Ia bakal bekerja secara otomatis jika ada beban yang timbul dari sampah yang menumpuk. Garu yang terbuat dari stainless steel itu punya tinggi 6 meter dan lebar 2 meter, dengan 13 lengan garu. Setiap lengan memiliki 20 mata garu, yang sanggup menggaruk sampah sungai hingga 1 ton per menit. Sampah yang terangkat akan disambut ban berjalan untuk dibawa ke pinggir sungai. Dari situ, sampah yang masih basah ini dimasukkan ke mesin pres untuk dikeringkan dan dipadatkan. Setelah itu, baru dimasukkan ke truk sampah. Menurut Erzi, ini salah satu kelebihan mesin anti-sampah MEPPO. Selama ini, sampah yang diangkut masih basah, sehingga air kotornya yang bau berceceran sepanjang jalan. Kalau sampahnya sudah dipres, itu tak akan terjadi. Tapi mesin pemadat ini tak serta-merta mengepres sampah. Sebab tak semua sampah bisa dipres. Misalnya sampah berbentuk busa, kasur, atau kayu dan besi. Jenis sampah seperti ini akan dipisahkan dan dibawa dengan ban berjalan menuju bak truk sampah lainnya. Seluruh sistem mesin anti-sampah itu dapat dioperasikan secara otomatis dan manual. Selain itu, masih ada fitur lainnya, misalnya sistem hemat tenaga (power saving) serta sensor pengukur kualitas dan tinggi muka air. Mesin ini juga dapat disambungkan dengan sistem telemetri, menggunakan layanan short message service (SMS) yang dapat dikirim ke ruang kontrol. Cara kerja mesin MEPPO pada prinsipnya mirip dengan mesin anti-sampah bikinan PT Asiana Technologies Lestary, yang selama ini digunakan Dinas PU Pemda DKI Jakarta. Mesin yang resminya disebut ''Sistem Peralatan Penyaring Sampah Otomatis Mekanikal Elektrikal Hidrolik'' itu juga dibuat anak bangsa, yakni karya Poltak U. Sitinjak. Poltak mematenkan mesin anti-sampahnya itu pada 2004. Sejak itu pula, produk Asiana digunakan di sejumlah sungai. Mulai Kali Dinoyo (Surabaya), Kali Grogol (Teluk Gong dan Palmerah, Jakarta), Kali Baru Barat (T.B. Simatupang, Jakarta), dan Kali Banger (Semarang). ''Sebelum memakai Asiana, kami masih memungut sampah dari sungai dengan teknik manual,'' tutur Kepala Sub-Dinas Pengendalian Sumber Daya Air dan Pantai, Dinas PU Pemda DKI, I Gde Nyoman Soewandhi. Yakni menggunakan traktor alat berat. Biaya sewanya mencapai Rp 250.000 per jam. ''Alat itu tentu kurang efektif dan efisien,'' kata Nyoman. Nah, karena itulah, Dinas PU DKI Jakarta memilih teknologi pembersih sampah sungai dari Asiana. Seperti alat MEPPO, Asiana juga dilengkapi dengan jaring sampah. Hanya saja, ia tak terbuat dari papan pengapung, tapi berupa bangunan jajaran batang logam besi beton persegi panjang. Bangunan ini dibuat melintang di badan sungai untuk menghadang sampah-sampah yang ada. Sampah yang tersangkut kemudian diambil dengan tangan-tangan elektronik, yang khusus didesain untuk mengangkat sampah. Menurut Nyoman, dari segi biaya, sistem Asiana sedikit lebih mahal karena bangunannya permanen. Selain itu, kapasitas alat ini tergantung lebar sungai yang akan dibersihkan. Misalnya, jika badan sungai mencapai 30-40 meter, setidaknya dibutuhkan 10 alat bar screen untuk menyaring sampah. Itu karena satu unit bar screen dapat bergerak sepanjang 3-4 meter. Toh, sejauh ini, menurut Nyoman, peralatan Asiana banyak membantu membersihkan sampah sungai. Bahkan pembersih sampah Asiana ini dapat mengendalikan banjir. ''Kalau banjir, jaring beton tadi bisa diangkat dari sungai. Begitu banjir reda, bisa difungsikan lagi,'' ujar Nyoman. Apalagi, sejauh ini hanya Asiana yang mampu menyediakan teknologi pembersih sampah sungai otomatis. Kini MEPPO menyusul menyediakan teknologi alternatif. Karena itu, Dinas PU punya pilihan untuk memakai teknologi yang unggul dan terbaik lebih luas. ''Kami ambil dan gunakan yang terbaik untuk mengurangi sampah sungai di negara ini,'' kata Nyoman. Tujuannya, mencegah agar Teluk Jakarta tak menjadi tong sampah raksasa. Nur Hidayat, Rach Alida Bahaweres, dan Deni Muliya Barus Post Date : 07 Mei 2008 |