|
Jakarta, Kompas - Cairnya dana APBD 2008 mendorong Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mempercepat pembebasan lahan Banjir Kanal Timur atau BKT. Pembayaran ganti rugi lahan akan dimulai pekan depan. Tanah sengketa akan digusur paksa dan uang ganti ruginya dititipkan ke pengadilan atau konsinyasi. Menurut Wali Kota Jakarta Timur Koesnan Abdul Halim, Selasa (22/4) di Jakarta Timur, dana yang akan digunakan untuk membebaskan lahan BKT di Jakarta Timur mencapai Rp 850 miliar. Dana sebanyak Rp 200 miliar dari anggaran itu dipersiapkan untuk konsinyasi atas tanah-tanah yang masih dipersengketakan. Saat ini pihaknya sedang bernegosiasi dengan delapan pengembang karena tanah mereka bakal dilewati proyek BKT. Pemprov DKI meminta tanah itu diserahkan sebagai bagian dari fasilitas umum (fasum) dan fasilitas sosial (fasos). Dari kedelapan pengembang itu, Pemprov meminta lahan sebanyak 115 persil seluas 6,06 hektar. Lahan itu diminta karena kedelapan pengembang belum menyerahkan lahan untuk fasos dan fasum sebagai kewajiban normatif. Wali Kota Jakarta Utara Effendi Anas mengatakan, dirinya juga sedang melobi pengelola Kawasan Berikat Nusantara untuk mendapatkan lahan seluas 19 hektar sebagai kompensasi fasos dan fasum dan pengelola Bulog untuk mendapatkan lahan 6,3 hektar. Lahan milik kedua instansi itu sudah dikeruk, tetapi Pemprov masih melobi agar tidak perlu membayar ganti rugi. Menempuh jalur hukum Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo mengatakan, jika tanah-tanah itu tidak diberikan sebagai lahan fasos dan fasum, Pemprov DKI berencana menempuh jalur hukum untuk menagih kewajiban para pengembang itu. Penagihan kewajiban penyerahan lahan fasos dan fasum itu akan diserahkan kepada badan peradilan. Sementara itu, lahan masyarakat yang tidak dalam status sengketa, tetapi belum dibebaskan, di Jakarta Timur mencapai 500 persil atau seluas 95,38 hektar. Pembebasan tanah-tanah itu terlambat karena molornya pencairan dana APBD. Di sisi lain, tanah masyarakat yang masih sengketa di Jakarta Timur mencapai 148 persil atau 11,29 hektar. Tanah itu dipersengketakan karena ada beberapa pihak yang mengklaim kepemilikan tanah tersebut. Wakil Gubernur DKI Jakarta Prijanto mengatakan, pembebasan lahan seluas 113,63 hektar di Jakarta Timur dan 29,6042 hektar di Jakarta Utara ditargetkan selesai pada akhir 2008. Proyek fisik akan dimulai pada awal 2009 dan ditargetkan selesai 2009. Sementara itu, pengamatan Kompas, sebuah rumah berlantai dua di RW 14, Kelurahan Cipinang Muara, Jatinegara, Jakarta Timur, terancam longsor karena terletak di tengah-tengah proyek galian BKT. Rumah milik Ernawati itu dikepung galian BKT sedalam lebih kurang tujuh meter sehingga rawan longsor saat hujan deras turun. Rumah itu masih tetap dihuni oleh Ernawati dan keluarganya. Untuk memasuki rumahnya, Ernawati dan keluarganya harus rela menyusuri galian BKT yang becek. Menurut Camat Jatinegara Andri Ansyah, rumah itu belum dibebaskan karena terjadi sengketa. ”Tanah dan bangunan itu milik Ernawati. Namun, ada pihak lain yang mengatakan tanah itu milik dia. Kami tak mau membayar dulu tanah yang sengketa.” Andri berjanji, Panitia Pengadaan Tanah untuk BKT akan segera memutuskan kepada siapa pembebasan tanah itu akan dibayarkan. ”Kalau memang tetap bermasalah, mungkin akan dikonsinyasikan ke pengadilan,” kata Andri. (ECA/ARN) Post Date : 23 April 2008 |