|
Nusa Dua, Kompas - Jumlah perusahaan di Indonesia jauh tertinggal dari India dan China dalam hal partisipasi untuk menurunkan emisi gas rumah kaca melalui skema mekanisme pembangunan bersih. Selain karena minimnya pengetahuan tentang skema itu, persoalan biaya juga menjadi faktor penghambat utama. Hal itu diungkapkan Liana Bratasida, anggota Badan Eksekutif untuk Konvensi Kerangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim dari Indonesia, di sela-sela pertemuan seluruh anggota Badan Eksekutif di Nusa Dua, Bali, Kamis (29/11). Pertemuan itu merupakan rangkaian persiapan dari Konferensi Para Pihak Ke-13 dalam Konvensi Kerangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim (COP- 13/UNFCCC) yang akan berlangsung 3-14 Desember mendatang. "India dan China memegang lebih dari 50 persen skema clean development mechanism atau CDM di kawasan Asia Pasifik. Di tingkat dunia, kedua negara itu bersaing dengan Brasil. Bahkan, kita juga tertinggal dari Malaysia dan Filipina untuk kawasan Asia Tenggara," kata Liana Bratasida. Sudah ada 19 perusahaan Malaysia dan 12 perusahaan Filipina yang proyeknya disetujui. Dari Indonesia baru sembilan yang didaftarkan. Hingga kini terdapat sedikitnya 827 skema CDM yang sudah terdaftar, tetapi belum disetujui. Metodologi khusus Liana menyatakan, Badan Eksekutif CDM PBB telah mempunyai dan menerapkan metodologi skema CDM secara ketat. Sayangnya, pengetahuan perusahaan Indonesia terhadap hal itu masih minim. Diungkapkan, saat ini terdapat 30 metodologi yang digunakan. Menurut dia, kendala lain adalah minimnya inisiatif lembaga pembiayaan seperti perbankan dari dalam negeri. India dan China bisa mandiri karena mendapatkan pinjaman lunak dari perbankan mereka yang sangat mendukung program ini. Sementara itu, program transfer teknologi ramah lingkungan dari negara maju ke negara berkembang masih jauh dari target karena negara-negara maju tetap menghendaki proses transfer teknologi melalui mekanisme pasar. "Proses transfer teknologi tidak hanya melibatkan pemerintah masing-masing negara, tetapi juga melibatkan investor produsen maupun pemegang hak atas kekayaan intelektualnya," kata Medrilzam, selaku anggota delegasi Indonesia untuk pembahasan mekanisme finansial pada COP-13/UNFCCC. Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan Meutia Farida Hatta di Kuta, Bali, kemarin menyampaikan, selama ini terus ditingkatkan kerja sama transfer teknologi yang melibatkan perempuan melalui Asia Pasific Center for Transfer of Technology (APCTT) ataupun lembaga Information Communication and Space Technology Division (ICSTD) di bawah naungan PBB. Wakil Ketua Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Lukman Hakim pada kesempatan itu mengatakan, melibatkan peranan perempuan akan memiliki peluang besar untuk proses transfer teknologi di sektor kehutanan dalam kerangka kerja menghadapi perubahan iklim sekarang. (BEN/NAW/ISW/ZAL/MAM/A-02) Post Date : 30 November 2007 |