|
Jalan-jalanlah di Kota Bandung, Jawa Barat. Tapi maaf, jika Anda merasa tak nyaman karena banyaknya sampah menumpuk di berbagai sudut jalan. bau sampah itu sudah menyengat, karena sudah lama menumpuk. Masalah sampah merupakan masalah klasik pemerintah kota/kabupaten yang tidak kunjung ada solusinya. Di saat ada acara penting kenegaraan di Bandung, Pemkot Bandung kebingungan mencari tempat pembuangan sampah akhir (TPA) untuk menyingkirkan tumpukan sampah itu. Masalah pun, akan bertambah apabila masyarakat di daerah pinggiran Kota Bandung menolak daerahnay dijadikan TPA. Sampah yang dikelola asal-asalan bisa menimbulkan berbagai masalah. Warga pun banyak yangmembuang sampah sembarangan. Tak mampu mengolah sampah dengan baik, sehingga menyerahkan sepenuhnya masalah sampah kepada pemerintah. Semua permasalahan sampah itu, memicu Badan Esekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) untuk mengembangkan mesin pembakar sampah yang ramah lingkungan karena tidak menghasilkan polusi udara. Mesin pemusnah sampah yang dinamakan rotary incenerator itu, setiap jamnya bisa membakar empat meter kubik sampah menjadi abu. Mesin yang cara kerja sederhananya mirip kompor minyak itu, menghasilkan asap yang aman untuk lingkungan karena sebelum asap pembakaran keluar disaring dulu. Menurut Ketua BEM KM UPI, Agus Salim, mesin pembakar sampah yang diciptakan bekerja sama dengan Center of People Environment for Suistanable Development (CPSED) mempunyai sistem kerja berputar. Sampah yang masuk ke mesin itu akan dipanaskan oleh pemanas api sampai 1.400 derajat celcius. Hasil pembakaran sampah itu bentuknya berupa abu. ''Kami menggunakan tekstur angin agar bisa menghasilkan panas yang tinggi,'' ujar Agus. Untuk membuat mesin ini dibutuhkan waktu selama tiga bulan. Mesin pembakar sampah ini memiliki lima api pembakar sampah yang ramah lingkungan. Karena, asap dari api itu akan disedot kembali dan disaring, hasilnya pun dalam bentuk abu. ''Kami masih mengembangkan mesin pembakar sampah ini. Kalau abu sampah itu berasal dari sampah organik akan kami usahakan bisa menjadi pupuk organik,'' katanya. Pengembangan abu sampah organik menjadi pupuk itu akan diteliti lagi dengan melibatkan Jurusan Biologi UPI. ''Sampah organik yang bisa dikembangkan menjadi pupuk itu misalnya sampah sayur-sayuran, daun, dan sebagainya,'' ujarnya. Minyak tanah Komponen utama mesin ini adalah besi. Mesin ini bekerja dengan proses sebagai berikut: Sampah yang dimasukkan ke dalam mesin sedikit demi sedikit akan berputar dalam sebuah tabung. Setelah sampah itu sampai ke ujung tabung, maka akan dibakar oleh panas yang tinggi dan menjadi abu. Sementara, asap yang keluar akan disaring sehingga mesin sama sekali tidak mengeluarkan asap. Mesin pembakar sampah yang bisa beroperasi sampai 4-5 jam itu, kata Agus, menggunakan bahan bakar minyak tanah. Bahan bakar yang bisa ditampung sebanyak 30 liter. Dalam satu jam, mampu membakar empat meter kubik sampah. Minyak yang dibutuhkan selama satu jam itu hanya tujuh liter. Menurut Rektor UPI, Prof Dr Sunaryo Kartadinata, pihaknya mengembangkan teknologi tepat guna ini agar bisa dimanfaatkan oleh masyarakat. Mesin tersebut, kata dia, diharapkan bisa mengatasi masalah sampah di UPI dan Kota Bandung. Maka, mesin pembakar sampah itu diberi roda agar bisa dibawa ke mana-mana. ''Karena bisa dibawa ke mana-mana, jadi sangat memungkinkan di bawa ke seluruh kecamatan yang ada di Kota Bandung untuk membersihkan kota dari sampah,'' ujar Agus. UPI, kata Sunaryo, akan memanfaatkan mesin ini untuk membakar sampah di lingkungan UPI. ''Sampah yang dihasilkan UPI setiap harinya cukup banyak. Yaitu, selang dua atau tiga hari satu kontainer sampah yang berisi lima meter kubik sampah diangkut dari UPI,'' katanya. Untuk bisa membuat mesin ini, mahasiswa UPI belajar dari beberapa pakar yang sudah mengembangkan teknologi mesin pembakar. Mereka menghabiskan dana Rp 150 juta - Rp 120 juta untuk pembuatannya. Tapi, mesin ini masih perlu disempurnakan. ''Yaitu dengan membuat sensor panas untuk mengendalikan kalau ada panas yang berlebihan,'' kata Agus. Selain itu, tim pembuat mesin ini juga massih perlu bekerja lebih jauh lagi. Mereka tengah merintis perlunya memanfaatkan abu hasil pembakaran sampah sebagai bahan batako. ''Kalau memungkinkan, bisa saja ke depannya kami bekerja sama dengan swasta untuk terus mengembangkan mesin ini, tapi kami tidak ingin menjadi komersil,'' kata Agus. (n kie ) Post Date : 20 Februari 2006 |