|
JAKARTA(SINDO) – Pemprov DKI Jakarta harus memperketat izin penggunaan air tanah karena permukaan tanah di Jakarta makin menurun antara 20–60 cm. Direktur Utama PAM Jaya Hariadi Priyohutomo mengatakan, pemprov harus melarang pemakaian air tanah di wilayah yang sudah tersedia jaringan air minum, mengingat penyedotan air tanah sering tidak terkontrol dan melebihi batas yang ditentukan. Jika dilanggar,penurunan permukaan tanah (land subsidence) di Jakarta akan bertambah parah. Pria yang akrab disapa Didit ini mengatakan, ratarata air PAM dipakai sebagai cadangan jika air tanah tidak mencukupi.Maraknya penggunaan air tanah mayoritas dipicu pertimbangan sisi ekonomis, yakni rendahnya pajak air tanah dibandingkan biaya pemakaian air PAM per golongan. ”Selama ini banyak pelanggan yang masih menggunakan air tanah, padahal sudah ada jaringan air bersih. Jika larangan ini dipatuhi, penurunan air tanah pun dapat ditekan,” kata Didit kemarin. Selain larangan di atas, pemprov pun harus menaikkan pajak air tanah serta memperketat izin pemakaian air tanah. Pemprov DKI Jakarta harus menindak tegas para pengelola gedung atau bangunan komersial yang mengambil air minum langsung di bawah kedalaman 100 meter. Didit menambahkan, banyak masyarakat yang masih memakai air tanah secara serampangan karena lemahnya pengawasan. Oleh karena itu, hingga saat ini pihaknya bekerja sama dengan Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (BPLHD) DKI Jakarta dan Dinas Pertambangan pun sedang menggodok mengenai masalah pemakaian air tanah ini. Kepala Dinas Pengawasan dan Penertiban Bangunan (P2B) DKI Jakarta Hari Sasongko Kushadi W mengatakan, penurunan permukaan tanah terjadi hampir di wilayah DKI Jakarta. Rata-rata penurunan permukaan tanah yang terjadi adalah antara 20–60 cm. Penurunan tanah tersebut dipantau dalam 5–8 tahun terakhir. ”Untuk mencegah penurunan yang semakin parah, kita akan terus berupaya menyinergiskan antara kontur tanah dan bangunan di atasnya,”ujarnya. Hari menambahkan, penurunan permukaan tanah paling parah berada di wilayah Jakarta bagian utara yang mencapai hingga 60 cm. Berdasarkan hasil penelitian Dinas P2B DKI Jakarta antara 1982–1999, beberapa lokasi yang mengalami penurunan tanah yang mengkhawatirkan antara lain di Mangga Dua,Jakarta Barat yang mencapai 29,15 cm. Di Jakarta Timur, penurunan tanah hingga 30,27 cm terjadi di Jalan Pramuka.Terakhir di Jakarta Pusat seperti di Jalan Kalilio, penurunan muka tanah yaitu 43,42 cm. Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Slamet Daroyni mengatakan, pengambilan air tanah secara ilegal,baik yang dilakukan pengelola gedung tinggi maupun bangunan lainnya, sudah sangat memprihatinkan. Berdasarkan data yang dimiliki Walhi, pada 2007 lalu batas kebutuhan air tanah di Jakarta mencapai 251.8 m3 per tahun, jauh melebihi ambang batas ideal yakni 186,2 juta m3 per tahun. ”Batas ideal pengambilan air tanah antara 30–40% dari total potensi air bawah tanah sebanyak 532 juta meter kubik per tahun, atau setara dengan 186,2 meter kubik per tahun sudah banyak yang dilanggar. Akibatnya, permukaan tanah di Jakarta pun semakin rendah,”tuturnya. (neneng zubaidah) Post Date : 27 Januari 2009 |