JAKARTA -- Badan Pengelola Lingkungan Hidup (BPLHD) DKI mulai hari ini akan melakukan penindakan terhadap para pelanggar pengguna air tanah Jakarta Utara. Sebagai awal, pengecekan penegakan hukum akan dilakukan di empat lokasi, yakni Marunda, Sunter, dan Cakung-Cilincing (Cacing). "Ada 16 item pelanggaran yang mau dilihat. Sasaran utamanya sumur ilegal, meteran yang tidak berputar tapi airnya mengalir, dan izin," kata pelaksana harian Kepala BPLHD DKI, Ridwan Panjaitan, di Auditorium Astra Internasional, Sunter, Jakarta Utara, kemarin.
Menurut Ridwan, ada 80 lokasi di Jakarta Timur dan Jakarta bagian tengah (termasuk wilayah Jakarta Pusat dan Jakarta Utara) yang akan dicek kepatuhannya terhadap peraturan mengenai air tanah. Sebelumnya BPLHD sudah menindak beberapa perusahaan di Jalan Raya Bogor dan kawasan Jakarta Industrial Estate Pulogadung, Jakarta Timur. "Sebagian besar industri di Jakarta Utara mengatakan hanya menggunakan air tanah sebagai cadangan. Nah, kami mau cek kebenarannya itu," kata Ridwan.
Jika ketahuan melanggar, ada tiga jenis sanksi yang akan diberikan. Sanksi administratif berupa peringatan hingga pengecoran sumur (ditutup). Kedua, sanksi perdata berupa pembayaran denda dan biaya air tanah yang disedot selama masa pelanggaran. "Lalu ada sanksi pidana berupa hukuman kurungan satu hingga enam bulan sesuai dengan Peraturan Daerah DKI Nomor 8 Tahun 2007 tentang Pelestarian Lingkungan Hidup. Hukuman bisa ditambah jika disimultankan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup," ucap Ridwan.
Jakarta Utara, Ridwan menambahkan, termasuk zona merah karena kondisi air tanahnya paling parah kerusakannya. "Delapan puluh persen air tanah Jakarta Utara kritis tidak layak konsumsi," katanya.
Padahal tekanan air perpipaan yang ada di Jakarta Utara sudah lebih dari cukup. Saat Tempo mengikuti uji coba tekanan air di sumur milik Astra Internasional di Sunter, tekanan yang keluar 1,26 bar dari kebutuhan 0,2 bar. "Artinya, dari segi tekanan, sudah melebihi. Sudah bisa sama sekali tidak menggunakan air tanah," kata Ridwan.
Pelayanan air perpipaan di Jakarta Utara dilayani oleh Aetra dan Palyja (PAM Lyonnaise Jaya). Aetra melayani kawasan industri utama seperti divisi tengah Pegangsaan Dua, Sunter, Kawasan Berikat Nusantara (KBN) Marunda, dan KBN Cakung Cilincing. "Sudah 1.370 industri yang sudah menjadi pelanggan Aetra dan masih lebih dari 600 yang masih menggunakan air tanah sepenuhnya," kata Corporate Secretary Aetra Yosua L. Tobing.
Di Jakarta Utara, volume penyerapan tanah industri dan rumah tangga sebanding, 50 banding 50. Aetra sanggup menyuplai 9,4 juta meter kubik tetapi yang terserap baru 4,6 juta meter kubik.
Hambatan utama di lapangan adalah tekanan air yang keluar masih belum stabil. "Sayangnya di tempat yang tekanannya sudah besar dan stabil penggunaan air pipanya justru sedikit. Artinya masih banyak air tanah yang disedot berlebihan," kata Yosua.
Untuk mengurangi risiko penurunan permukaan tanah akibat penyerapan air tanah berlebihan BPLHD mencanangkan program zero deep well (penghilangan sumur dalam). Pemilik sumur dalam biasanya industri dengan kedalaman sumur mencapai 200-300 meter. Sedangkan rumah tangga biasanya hanya sumur dangkal dengan kedalaman kurang dari 40 meter. "Diarahkan supaya industri hanya menggunakan air tanah sebagai cadangan dan itu pun sumur dangkal supaya mudah didaur ulang," kata Ridwan. ARYANI KRISTANTI| NUR HARYANTO
Post Date : 13 Januari 2011
|