|
Tangerang, Kompas - Para pelanggan air minum Perusahaan Daerah Air Minum atau PDAM Tirta Benteng Kota Tangerang keberatan dengan kenaikan tarif air minum, tetapi mereka hanya pasrah karena tidak mempunyai alternatif lain. PDAM Tirta Benteng, melalui Peraturan Wali Kota Tangerang Nomor 5 Tahun 2007, menaikkan tarif air minum sejak Mei lalu. Persentase kenaikan untuk pemakaian rumah tangga mulai dari 50 persen. Sedangkan kenaikan untuk industri (18 persen, dari Rp 5.500 menjadi Rp 6.500 per meter kubik) dan pelabuhan udara (26,3 persen, dari Rp 4.750 menjadi Rp 6.000 per meter kubik>sup<>res<>res<). Persentase industri dan bandara justru jauh lebih kecil daripada persentase kenaikan untuk rumah tangga. Pelanggan rumah tangga memastikan harus menambah anggaran rumah tangga yang sudah berat. Meskipun demikian, mereka menyatakan hanya bisa pasrah. "Andai kami protes belum tentu didengar. Ya bagaimana, sikap pemerintah kota yang tak mau mendengar suara warganya," cetus Ria, warga Perumahan Royal, Tangerang, Kamis (14/6). Ria sekeluarga per bulan memakai air rata-rata 40 meter kubik-50 meter kubik (sekitar Rp 160.000-Rp 200.000). "Saya heran mengapa pemakaian kami besar sekali, padahal cuci motor dan mobil tak pernah di rumah. Untuk minum harus beli air mineral, karena air PAM bau kaporit dan sering keruh," tambahnya. Keluhan senada datang dari warga Neglasari dan Cipondoh, Kota Tangerang. Jika biasanya mereka membayar Rp 50.000 per bulan, kini setidaknya mereka harus membayar Rp 70.000-an. Warga pun mengeluhkan mutu air yang bau kaporitnya menyengat dan acapkali warnanya keruh, kekuning-kuningan. Debit air pada pagi hari juga lebih kecil. Mengganggu kinerja Juru bicara PDAM Tirta Benteng Indra Wawan Setiawan menyatakan, tarif air harus naik, sebab jika tidak akan mengganggu kinerja keuangan perusahaan. Mestinya, kenaikan tarif untuk 15.000 pelanggannya dilakukan dua tahun sekali, tetapi tahun 2006 tarif tidak dinaikkan. Kenaikan tarif paling banyak untuk membayar listrik dan membeli bahan kimia untuk pengolahan air. Kebutuhan bahan kimia seperti kaporit, lanjut Indra, cenderung makin besar, mengingat kualitas baku mutu air Sungai Cisadane yang menjadi bahan air minum semakin buruk, kotor, kena limbah dan sampah. Ia menyatakan, sebagian dana akan kembali ke pelanggan berupa perbaikan layanan. "Kami tak mengutip abonemen, dan biaya administrasi turun jadi Rp 3.500 per bulan," ujar Indra. (TRI) Post Date : 15 Juni 2007 |