Pelanggan Air Minum Diimbau Tolak Tarif Baru

Sumber:Media Indonesia - 05 Juli 2005
Kategori:Air Minum
JAKARTA (Media): Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) mengimbau pelanggan air minum di Jakarta membayar rekening tagihan pemakaian dengan tarif lama. Hal itu dilakukan untuk menolak penyesuaian tarif yang berlaku mulai 1 Juli 2005 yang rata-rata sebesar 9,49%.

Dua perusahaan penyedia jasa pelayanan air bersih, yakni PT PAM Lyonnaisse Jaya (Palyja) dan PT Thames PAM Jaya (TPJ), sebelumnya mengusulkan kenaikan tarif air minum rata-rata 18,09%. Namun, Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta menyetujui 9,49%.

''Kita bayar pakai tarif lama saja. Tinggal dihitung pemakaian air berapa, kemudian dikalikan dengan tarif air yang lama,'' kata Sudaryatmo, anggota pengurus harian YLKI saat dihubungi Media tadi malam.

Dia menilai kenaikan tarif yang disetujui Pemprov DKI itu dilakukan sepihak, tanpa dikomunikasikan dengan pelanggan. Padahal, masyarakat selaku konsumen air bersih seharusnya dilibatkan dalam proses kenaikan tarif.

Maksud Sudaryatmo, ada semacam konsultasi publik dan keterbukaan mengapa tarif air naik. Setelah dilempar ke publik dan dijelaskan penyebab kenaikan ini, baru bisa diputuskan apakah sudah pantas menaikkan tarif atau belum.

''Konsumen wajib mengetahui alasan-alasan operator yang dengan seenaknya menaikkan tarif air minum secara otomatis. Kenaikan tarif otomatis per semester ini merupakan kebijakan Pemprov DKI yang sangat tidak fair. Kecuali kalau Pemprov DKI mau menaikkan upah minimum regional (UMR) otomatis setiap enam bulan sekali. Itu baru fair,'' kata Sudaryatmo dengan nada tinggi.

Dia menyesalkan kenaikan tarif paling tinggi justru terjadi pada kelompok pelanggan sosial atau kelompok I dan keluarga miskin atau kelompok II sekitar 63%.

Menurut dia, dari studi yang pernah dilakukan mahasiswa program doktor The Royal Institute of Technology, Stockholm, Swedia, Nur Endah Shofiani pada 2004 menunjukkan 50% penduduk Jakarta mengalokasikan 10% pendapatan per bulan untuk mengakses air bersih. Padahal, idealnya konsumen air minum hanya dibebani sebesar 4% dari pendapatannya untuk mengakses air bersih tersebut.

'Legal action'

Oleh karena itu, tambahnya, YLKI bersama koalisi lembaga swadaya masyarakat (LSM), yaitu Komunitas Pelanggan Air Minum Jakarta (Komparta), Komite Pelanggan Air Minum Jakarta (KPAM), Asosiasi Kontraktor Indonesia (Aikindo), Urban Poor Consortium (UPC), Koalisi Rakyat untuk Hak atas Air (KRUHA), dan Masyarakat Air Minum Indonesia (MAMI) menyatakan menolak kenaikan tarif PDAM untuk kelompok pelanggan I (panti asuhan) dan kelompok II (keluarga miskin) dari Rp550/m3 menjadi Rp900/m3 yang berlaku mulai 1 Juli 2005.

''Selain itu, kami juga akan melakukan legal action atau gugatan publik terhadap kenaikan tarif air minum ini karena ada pelanggaran terhadap hak-hak konsumen. Kami juga akan melakukan political action dengan menandai kenaikan ini sebagai catatan buruk terhadap kinerja anggota DPRD DKI Jakarta,'' ujarnya.

YLKI juga memberikan penekanan terhadap laporan audit PT Palyja dan PT TPJ yang dianggap tidak memenuhi asas transparansi, yaitu terbatasnya akses konsumen terhadap hasil audit tersebut sehingga konsumen tidak dapat melakukan fungsi pengawasan.

Dalam pandangan YLKI, akses masyarakat untuk mengetahui laporan audit sangat terbatas. "Hal ini menyebabkan konsumen tidak dapat melakukan fungsi pengawasan dan memberikan pertimbangan yang konstruktif bagi peningkatan mutu layanan penyedia jasa air, yang salah satunya berdasarkan laporan keuangan perusahaan," katanya.

Sudaryatmo menilai, adanya peran asing dalam penyediaan air minum di DKI Jakarta sangat merugikan masyarakat. ''Dari data yang kami ketahui, aset PAM Jaya semakin menurun, sedangkan keuntungan untuk mitra kerja asing semakin tinggi. Padahal selama ini, dengan adanya kerja sama asing ini, pelayanan terhadap masyarakat semakin buruk,'' ujarnya.

''Kami dengan tegas menolak kenaikan tarif air minum karena dari proses pembuatan kebijakan kenaikan tarif ini didominasi oleh operator dan sangat merugikan konsumen. Kenaikan ini jelas sangat jauh dari rasa keadilan dan kami benar-benar menyayangkan sikap Pemprov DKI Jakarta yang menyetujui kenaikan tarif ini,'' kata Sudaryatmo. (Ray/Ant/J-3)

Post Date : 05 Juli 2005